SIFAT-SIFAT DASAR AL-MASIH 'ISA : PENGESAHAN MENURUT BUKTI-BUKTI (I)
Bentuk Insani Isa Al Masih
Dia Disujud oleh Yahya
Kehidupan dan Penciptaaan --
Sifat Milik Pribadi-Nya
Musa Didorong, Sedangkan Isa
Tidak
Isa Menghembuskan Kehidupan;
Musa Tidak
Musa Harus Dipersiapkan; Isa
Sudah Siap
Musa Rasa Asing dengan Kuasa
Allah; Isa Sudah Biasa
Makna ‘Dengan Izin Allah’
Keunikan Penguatan Tersebut
Dia Berserta Allah
Dari Tanah ke Tanah atau Dari
Allah ke Allah
Dia Tidak Berdosa
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan
oleh Penentangan Orang-orang Munafik.
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan
dengan Dia Diangkat ke Sisi Allah
Kesimpulan
Firman Kehidupan Kekal Ada
Bersamanya
Kuasanya untuk Menghapus dan
Mengampuni Dosa-dosa
Dia Adalah Pengetahuan Tentang
Hari Kiamat
Ciri-ciri Penghakiman Isa
Dia yang Memusnahkan Si Dajjal
Gambaran-gambaran Isa
Al-Qur’an, atau Kitab Allah
Nama Keagungan Allah
Wajah Kehidupan Yang Akan Datang
Kesimpulan
SIFAT-SIFAT DASAR AL-MASIH 'ISA : PENGESAHAN BUKTI-BUKTI
(I)
Dalam
penyelidikan ilmiah, jika seorang ilmuwan menggunakan dua metode/kaedah yang
berlainan tetapi mendapat hasil penemuan yang sama, ini akan memberinya satu
ukuran kepastian bahwa penemuannya adalah benar dan sahih. Dan jika ia menggunakan tiga
metode/kaedah yang berlainan pula dan ketiganya memberi keputusan yang sama,
maka keyakinannya akan diperkokohkan dan tidak mungkin akan dimungkiri lagi.
Masih ada lagi bukti-bukti lain tentang
Isa Al Masih adalah Firman Allah yang Kekal walaupun dalam hal ini sudah banyak
pengamatan dan penemuan yang kita kumpulkan.
Masih banyak lagi buktinya. Dalam
Bab ini dan Bab seterusnya, kita akan memeriksa semua penemuan kita dalam
pelbagai cara untuk melihat apakah iman kita itu benar dan sahih.
Mari kita mulai lagi dari permulaan.
Bentuk Insani Isa Al Masih
Dalam
cara bagaimanakah Firman Allah yang Kekal itu akan mengambil bentuk seorang
manusia? Apakah Allah akan membentuknya sama seperti
Dia membentuk Adam, dari tanah? Atau
apakah Dia akan membiarkan dia datang melalui persetubuhan antara seorang
laki-laki dan seorang wanita?
Kedua-duanya tidak! Karena jika Allah mengikuti cara-cara sedemikian,
kita akan mendapat satu kesan bahwa Firman itu adalah satu makhluk sama seperti
Adam dan keturunannya. Tidak! Kedatangannya bukanlah seperti Adam ataupun
kita semua. Kedatangannya ke dunia
ini tidak termasuk dalam apa-apa orde ciptaan sekalipun.
Sesungguhnya, dia merupakan satu perwujudan,
dan bukannya satu penciptaan. Bila
Isa datang ke dunia ini, dia adalah satu-satunya pengecualian atas orde ciptaan.
Jika Isa termasuk dalam orde ciptaan,
dan Allah menghendaki kita semua mengetahui bahwa dia hanyalah satu makhluk
biasa saja, Allah mungkin saja akan membentuknya sama seperti Adam, atau biarkan
dia dilahirkan sama seperti nabi-nabi yang lain. Tidak ada kerendahan martabat mengenai kedatangan
manusia dari penyatuan seorang laki-laki dan seorang wanita; semua manusia-manusia
agung telah dilahirkan dengan cara
sedemikian. Hanya Isa saja yang berlainan.
Jadi pembentukan Isa tidak sama seperti
pembentukan kita dan tidak juga seperti Adam.
Menurut Al-Qur’an, bagian Roh bagi Adam ialah yang ‘ditiupkan roh ciptaan-Ku ke dalamnya...’
[117]
Adam tidak diberikan Roh itu tetapi ditiupkan
ke dalamnya dari Roh itu untuk memberikan
kehidupan kepadanya. Sebaliknya, kita
tidak pernah diberitahu bahwa Isa ditiupkan ke dalamnya dari Roh itu, atau bahwa Roh itu diberi
kepada Isa. Tapi kita diberitahu bahwa
Isa adalah suatu Roh yang datang
dari Allah. Ke dalam Maryamlah yang dihembuskan,
[118]
untuk menyediakan bentuk manusia kepada Firman Allah itu.
Lantas Isa adalah suatu Roh dari Allah
yang diambil-bentuk dalam satu bentuk manusia. Qashani menyatakan, ‘Dia adalah
satu roh dalam satu bentuk manusia spirituil yang sempurna’.
[119]
Adalah tidak mengherankan ditemukan dalam Al-Qur’an bahwa Isa mempunyai kuasa hembusan
yang memberi kehidupan
[120]
dalam mencipta burung itu.
Ibn ‘Arabi perhatikan bahwa kedatangan
Isa ke dunia ini tidak mengikut pola penciptaan manusia. Dia berkata:
Bila Allah membentuk badan manusia, Dia berkata:
‘Bila Aku membentuknya, Aku meniup ke dalamnya’...tapi [tubuh] Isa tidak seperti
itu, karena pembentukan tubuhnya dan bentuk insaninya adalah melalui penghembusan
spirituil, sedangkan semua manusia yang lainnya tidak seperti itu.
[121]
Qashani menjelaskan kenyataan di atas
dengan kata-kata berikut:
Allah membentuk tubuh setiap manusia, kemudian ditiup-Nya ke dalamnya setelah pembentukan tubuh badan tersebut...tetapi
Isa tidak diperbuatkannya sedemikian, karena Dia [Allah] meniupkan ke dalam
ibunya zat-zat tubuh badannya...maka kerohanian menjadi sebagian dari tubuhnya.
[122]
Jadi menurut Ibn ‘Arabi dan Qashani, setiap
manusia dicipta pertamanya pembentukan tubuh mereka, kemudian diikuti dengan
peniupan Roh. Tetapi dalam kasus Isa,
zat-zat tubuhnya terbentuk sebagai satu akibat dari peniupan Roh. Setelah pembentukan tubuh itu, tidak ada lagi
peniupan dari Roh ke dalam tubuh Isa. Aktivitas Roh itu dibatasi sampai pada
penyediaan satu tubuh untuk Firman Allah, yang sudah hadir sebelumnya.
Jadi, kedatangan Isa ke dalam dunia bukanlah
satu penciptaan tetapi satu perwujudan, melalui tubuh yang telah disediakan
oleh Roh. Semua ini adalah sejajar
dengan apa yang kita tegakkan sejak awal lagi: yaitu Isa adalah Firman Allah
yang Kekal dan Tidak Dicipta.
Dia Disujud oleh Yahya
Seperti
yang telah kita lihat di Bagian 2, Bab 2; walaupun Yahya adalah seorang nabi
yang besar,
[123]
disebut dalam Al-Qur’an
sebagai seorang sayed
[124]
(yang bermaksud ‘pemimpin orang-orang beriman’
[125]
dan ‘seorang yang patut dicontohi dalam agama’
[126]
), namun dia bersujud di dalam rahim ibunya kepada Isa.
Kita diberitahu oleh Ibn ‘Abbas ‘penyujudan Yahya dalam rahim ibunya
ialah ‘iman kepercayaannya’ bahwa Isa adalah Firman Allah itu’
[127]
Jadi nabi besar Yahya, ketika bertemu
dengan Isa di dalam kandungan, percaya bahwa Isa adalah Firman Allah, dan
penyujudannya kepada Isa adalah suatu respon yang sewajarnya dan sebagai satu
ungkapan imannya.
Dan kita tahu bahwa sujud adalah satu
bentuk penyembahan, dan penyembahan seperti itu hanya layak bagi Allah saja.
Apakah penyujudan Yahya terhadap Isa sebagai Firman Allah itu merupakan
satu indikasi yang jelas bahwa Isa itulah Firman Allah yang Kekal, Tidak Tercipta
dan Ilahi? Karena jika Yahya bersujud kepada sesuatu yang
tercipta, bukankah itu dianggap sebagai syirik, yaitu dosa yang menyamakan sesuatu yang lain sama dengan Allah?
Coba renungkan lebih jauh lagi: ketika
Yahya sujud dia adalah enam bulan
dalam rahim ibunya. Adakah dia melihat
Isa dalam kandungan Maryam agar dia merasa kagum dengan kualitas apa saja
yang ada pada Isa? Tidak, sesungguhnya dia tidak!
Isa tidak bisa kelihatan langsung karena dia berada baru beberapa hari
saja dalam kandungan Maryam. Jadi,
ketika Yahya bersujud dia sebenarnya sujud kepada Firman Allah merupakan sifat
dasar ilahi Isa.
Di samping itu, adakah Yahya sujud sebagai
satu perbuatan kemauan dirinya sendiri atau sebagai satu pekerjaan inspirasi?
Apakah Yahya sadar dan bisa mengawal penyujudan itu, atau ia didesak
dan didorong oleh suatu kuasa spirituil?
Sudah tentu karena dorongan kuasa spirituil! Allah-lah yang menggerakkan
janin enam bulan Yahya untuk sujud kepada Isa.
Dan jika Allah menghendaki Yahya sujud kepada Isa, bukankah itu satu
pengesahan syurgawi bahwa Isa sesungguhnya adalah Firman Ilahi Allah Yang
Hidup itu?
Bukan itu saja, Razi memberi satu sebab
mengapa Nabi Yahya diberikan namanya sedemikian:
Yahya adalah yang pertama percaya dalam Isa, maka
hatinya menjadi hidup dengan iman [dalam Isa] itu.
[128]
Jika iman terhadap Isa tidak lebih dari
satu iman terhadap seorang nabi, mengapa nabi besar seperti Yahya dihidupkan
hatinya dengan iman tersebut?
Dan bagaimana Yahya menunjukkan iman itu?
Dengan sujud sembah. Hanya Allah dan Firman-Nya yang membawa kehidupan
kepada hati-hati yang mati, bahkan juga hati nabi-nabi besar. Kita kini bisa mengerti mengapa dan apa yang
ditulis oleh para nabi tentang Isa. Yaitu
untuk mempercayainya sebagai Firman Allah yang kekal yang memberi kehidupan
baru.
Yahya tidak membaca tulisan-tulisan apa
lagi mendengar kata-kata yang membuatnya sujud kepada Isa, dan menyebabkan
hatinya berdebar-debar dengan kehidupan yang dibawa oleh iman itu. Sebaliknya dia bertemu dengan Firman Allah
itu secara pribadi, walaupun ketika itu dia masih berada dalam rahim Maryam.
Jika seorang nabi besar sujud kepada Isa
Firman Allah, maka semua manusia juga harus berbuat demikian.
Jika seorang nabi besar butuhkan kehidupan,
dan ia telah diberikan kepadanya dengan menaruh iman dalam Isa Firman Allah,
apa lagi bagi manusia biasa yang memang membutuhkan kehidupan tersebut.
Jika ada orang menyembah dan sujud kepada
Isa sebagai Firman Allah yang Ilahi, mereka bukan saja mengikuti jejak dan
tradisi nabi besar dan sayed Yahya, tetapi juga satu contoh
yang digerak dan didorong oleh Allah Sendiri untuk menghormati Firman-Nya,
Isa Al Masih.
Kehidupan dan Penciptaaan -- Sifat Milik Pribadi-Nya
Menurut
Al-Qur’an, membangkitkan orang mati
dan penciptaaan adalah dua daripada sifat milik Ilahi Allah. Tidak ada seorangpun yang bersekutu dalam kekuasaan
ini dengan Allah,
[129]
sampai ke tahap yang terkecil sekalipun.
Namun Allah dengan sengaja memberi sifat milik Ilahi ini kepada Isa.
[130]
Justru Al-Qur’an membuatnya begitu jelas bahwa Isa mempunyai kuasa untuk
mencipta sesuatu dari tanah liat, di mana ada yang menyamakannya dengan kasus
penukaran tongkat Musa menjadi ular. Walau
bagaimanapun, jika kita membaca dengan teliti dari ayat-ayat tersebut dalam
Al-Qur’an, akan membuktikan kepada
kita bukan begitu halnya.
Musa Didorong, Sedangkan Isa Tidak
Dalam Al-Qur’an,
Allah bertanya kepada Musa:
Apakah
yang ada di tangan kananmu, hai Musa?
Musa
menjawab: ‘inilah tongkatku...’
Allah berfirman: ‘Lemparkanlah tongkatmu,
hai Musa!’ Segera Musapun melemparkan
tongkatnya, serta merta tongkat itu menjelma menjadi seekor ular yang merayap
dengan lincah.
[131]
Tatkala dilihatnya tongkat itu bergerak-gerak
bagaikan seekor ular, Musa berlari ke belakang, namun langkahnya tertahan.
Allah berfirman; ‘Hai Musa! Jangan takut!’.
[132]
Dalam peristiwa di atas, Allah melakukan
mujizat itu untuk meyakinkan kepada Musa akan kekuasaan-Nya. Bila Musa melemparkan tongkatnya dia tidak
menjangka tongkat itu akan berubah menjadi seekor ular. Dan dia lari ketakutan
bila ia berlaku sedemikian rupa. Jelas
sekali Allah dan bukannya Musa yang memulai inisiatip perubahan itu.
Mujizat yang serupa juga dilakukan di
depan Firaun ketika Allah ‘wahyukan kepada Musa: ‘Sekarang bekerjalah dengan
tongkatmu!’ Sekonyong-konyong ular Musa menelan semua ular mereka.’
[133]
Dalam peristiwa ini Musa melakukan tidak
lebih dari apa yang dilakukannya di peristiwa sebelumnya, karena Allah-lah
yang menyuruh dia melemparkan tongkatnya, dan dia hanya menuruti saja.
Inisiatip adalah dari Allah, bukannya dari Musa.
Sesungguhnya begitulah sifat-sifat bagaimana Allah melakukan mujizat
melalui Musa, seperti yang bisa dilihat dari peristiwa-peristiwa yang lainnya. Contohnya, ketika Bani Israil merasa dahaga,
Allah-lah yang menyuruh Musa untuk memukul batu tersebut,
[134]
dan ketika mereka keluar dari tanah Mesir sebelum melintasi
laut, Allah jugalah yang menyuruh Musa untuk memukul laut itu dengan tongkatnya
‘...maka terbelahlah laut itu, sedangkan masing-masing belahannya seperti
gunung yang besar.’
[135]
Dalam setiap peristiwa tersebut, Allah-lah yang berinisiatip. Musa bukanlah orang yang menguasai waktu dan
keadaan di mana dan bagaimana mujizat itu harus berlaku.
Bagaimanapun, ketika Isa melakukan pekerjaan
penciptaan, Allah membenarkan dia
dengan inisiatipnya sendiri untuk melakukan mujizat dan memberi nyawa kehidupan.
Ayat-ayat Al-Qur’an menceritakan aktivitas Isa dalam
istilah berikut:
Aku ini datang kepadamu membawa tanda mujizat
dari Tuhanmu yaitu aku dapat membuat
dari tanah liat ini rangka burung untuk kalian, kemudian aku tiup lalu menjadi seekor burung dengan izin Allah.
Dan aku sanggup menyembuhkan orang buta, penyakit sopak [kusta] dan menghidupkan
orang mati dengan izin Allah.
[136]
Isa tidak diberitahu oleh Allah untuk
membangkitkan orang mati atau menyembuhkan orang buta seperti yang disuruh
kepada Musa. Sebaliknya, Allah membedakan
Isa dengan memberinya inisiatip tersebut. Musa tidak meniupkan kepada tongkat itu untuk menukarnya menjadi
seekor ular, sedangkan Isa pula meniupkan ke dalam tanah liat itu untuk menjadikannya
suatu benda bernyawa. Ibn ‘Arabi, penulis Sufi yang terkenal itu, dalam menjawab
persoalan ‘Dengan apakah Allah membedakan setiap pesuruh atau rasul-Nya?’,
dia menjawab:
Allah memberikan Adam pengetahuan an Nama-nama
Agung, kepada Musa dengan berbicara kepadanya dan dengan Taurat, dan membedakan
Rasulullah [Muhammad] apa yang Muhammad sebutkan sendiri “Ia diberikan kebesaran berbicara”. Kepada Isa Allah membedakannya dengan roh, ditambah dengan meniupkan roh pada yang
ia ciptakan dari tanah, itu hanya kepada Isa saja,dan Allah tidak menambah
kuasa untuk memberi kehidupan melalui hembusan
kepada rasul yang lain kecuali Isa, selain dari diri Allah Yang Maha
Tinggi sendiri.
[137]
Perbedaaan antara Musa dan Isa ini samalah
dengan cerita tentang seorang lelaki keturunan Arab yang menikahi seorang
isteri berbangsa Amerika. Isterinya
tidak bisa berbicara Bahasa Arab, maka ketika mereka pergi melawat ibunya
yang memang tidak bisa bercakap Bahasa Inggeris, dia mendesak isterinya untuk
bercakap sesuatu dalam Bahasa Arab. Ibu mertuanya merasa sangat gembira. Si isteri itu terus berkata sesuatu dalam Bahasa Arab tetapi hanya
bila dibantu oleh sang suami. Sebaliknya
si suami, sudah tentu bisa bercakap Bahasa Arab dengan lancar tanpa membutuhkan
apa-apa pertolongan dari siapapun karena itu adalah bahasa ibunya.
Itulah perbedaan antara Isa dengan Musa.
Musa sama seperti si isteri berbangsa Amerika yang membutuhkan desakan
dan dorongan, sedangkan Isa berada dalam keadaan yang gampang saja karena
sudah biasa dengan kuasa Allah, karena dia datang dari Allah; sesungguhnya
dia adalah Firman Allah. Sama seperti sang suami berbangsa Arab tadi
yang mempunyai penguasaan sepenuhnya atas Bahasa Arab, dan tidak butuh dorongan
serta bantuan dari siapapun untuk berbicara dalam bahasanya, begitu juga dengan
Isa yang bisa menggunakan kuasa Allah. Dia
menggunakannya dengan begitu lancar sama seperti orang yang sedang memakai
bahasa ibunya sendiri.
Isa Menghembuskan Kehidupan; Musa Tidak
Satu
lagi perbedaan antara mujizat-mujizat Isa dan yang dipunyai Musa ialah Isa
menghembuskan kehidupan kepada benda mati, Musa tidak. Musa langsung tidak meniupkan apa-apa kepada
tingkat tersebut untuk menjadikannya seekor ular hidup, sedangkan Isa menurut
Al-Qur’an meniupkan nafas kepada tanah
liat dan menciptakan suatu benda hidup. Perbuatan
penghembusan Isa untuk tujuan memberikan kehidupan kepada burung
tak bernyawa itu menunjukkan bahwa kuasa datang dari dalamnya, sama
seperti nafas datang dari dalam seseorang.
Sama seperti nafas Isa adalah kepunyaannya,
begitu juga dengan inisiatip untuk melakukan mujizat itu yang kepunyaannya
secara esklusif. Tanpa sembarang persoalan
kuasa untuk melakukan mujizat-mujizat dan mencipta adalah kepunyaan Allah,
tetapi Isa sebagai Firman Allah itu juga bisa menggunakan kuasa Allah semaunya,
dengan kebebasan yang lengkap dan mutlak. Sebaliknya Musa tidak diberikan kuasa yang
sama untuk melakukan mujizat semaunya, tetapi
didorong untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan kuasa yang datang
dari luar dirinya, yaitu dari Allah. Menurut Ibn ‘Arabi, akhli Sufi agung
itu:
Isa dibedakan oleh Allah dengan sebagai suatu
roh, ditambah dengan sifat-sifat istimewa yang bisa meniupkan kehidupan
kepada apa yang dia ciptakan dari tanah liat. Kuasa
untuk memberi kehidupan melalui hembusan tidak diberi kepada rasul yang lain
oleh Allah kecuali Isa, selain dari diri Allah Yang Maha Tinggi sendiri.
[138]
Bila Isa mencipta dari tanah liat dia
menghembuskan ke dalam tanah tersebut. Bila
dia membangkitkan orang mati, dia mengucapkan kata perintah. Cara dia mencipta dan membangkitkan yang mati
menujukan kepada proses ilahi dengan mana Allah mencipta Adam dari tanah dan
kemudian meniup ke dalamnya. Tambahan
pula, bila Allah hendak sesuatu terjadi Dia hanya mengucapkan kata ‘Jadilah!’
dan maka terjadilah ia. Beginilah
caranya Isa membangkitkan orang mati. Allah telah memberi Isa wibawa ini dan dengan
berbuat demikian Dia menyokong keilahian Isa.
Musa Harus Dipersiapkan; Isa Sudah Siap
Sedangkan
Musa butuh persiapan untuk melakukan mujizat-mujizat di depan Firaun, Isa
tidak butuh persiapan sedemikian.
Allah menyediakan Musa sebelum Dia membimbing
Musa untuk menantang Firaun. Jika
Allah tidak memerintah Musa untuk melakukan mujizat tersebut di depan Firaun
tanpa sebarang persiapan awal, apabila tongkat itu berubah menjadi ular, Musa
tentu akan lari karena ketakutan seperti yang dia lakukan di depan Allah.
Firaun pasti akan menertawakannya.
Tapi Allah menyiapkan Musa untuk pertemuannya dengan Firaun dan meyakinkannya
kuasa-Nya. Musa butuhkan keyakinan tersebut karena dia
tidak ada pengetahuan sebelumnya tentang kuasa Allah.
Bagaimanapun, tidak sedemikian halnya
dalam kasus Isa. Isa tidak perlu praktis
untuk melakukan mujizat sebelum konfrantasi dalam situasi sebenarnya.
Kita tidak diberitahu di manapun Allah mengambilnya ke sebuah gunung
untuk meyakinkannya akan kebolehannya untuk membangkitkan orang mati dalam
pelayanannya di masa akan datang.
Nabi-nabi lain seperti Musa, perlukan
keyakinan sedemikian. Ibrahim misalnya,
memerlukan keyakinan semula seperti yang kita baca dari Al-Qur’an di mana Ibrahim berkata:
Dan ingat pulalah ketika Ibrahim berkata: ‘Wahai
Tuhanku, bagaimana caranya Engkau menghidupkan kembali orang-orang yang sudah
mati?’ Allah berfirman: “Apakah engkau masih belum percaya?” Ibrahim menjawab:
‘Bukan aku tidak percaya, tetapi demi ketenteraman jiwaku’. Allah berfirman: “Kalau begitu tangkaplah empat
ekor burung lalu jinakkanlah sampai menurut perintahmu! Kemudian letakkanlah di tiap-tiap bukit, seekor!
Sudah itu, panggilah! Nanti kesemuanya akan berdatangan kepadamu dengan
segera. Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa dan Bijaksana.”
[139]
Maka kita lihat bahwa walaupun Ibrahim
dipanggil sebagai ‘sahabat Allah’, dia pada suatu ketika juga kekurangan ketenteraman
jiwa yang datang dari pengetahuan penuh bahwa Allah itu Maha Perkasa.
Isa mempunyai keyakinan yang Ibrahim butuhkan
akan kuasa Allah. Isa senantiasa mempunyai
keyakinan tersebut, karena dia mempunyai pengetahuan dipenuhkan Allah sepanjang
masa. Kita percaya bahwa di mana kita tidak bisa melihat, tapi setelah melihat
pengalaman kita itu tidak akan dipanggil sebagai kepercayaan tetapi pengetahuan.
Tidak seperti Ibrahim, Isa mempunyai pengetahuan akan kuasa Allah karena
dia sendiri ialah Firman Allah itu.
Manusia biasanya mencoba menggelakkan
untuk melakukan sesuatu di depan orang ramai sesuatu yang belum pernah mereka
lakukan, terutama perkara-perkara yang tampaknya mustahil. Isa melakukan mujizat tanpa persiapan atau
latihan sebelumnya, dan lebih dari itu, dia lakukannya di depan mata semua
orang banyak. Isa tidak membuat experimen
dengan burung-burung, atau dia pergi ke kuburan sendirian untuk mencoba membangkitkan
orang mati secara sendirian agar dia mendapat keyakinan untuk melakukannya
di depan orang banyak. Ketika Isa
membangkitkan orang mati yang pertama, dia lakukan tanpa satu latihan sebelumnya
dan apa lagi dia melakukannya di depan orang banyak.
Dapatkah anda bayangkan seorang berdiri
di depan suatu beban seberat 5000 kg yang dia belum pernah lakukan sebelumnya.
Orang yang mencoba lakukan itu mungkin bergurau ataupun dia sudah tau
bahwa dia bisa mengangkat beban seberat itu.
Orang biasanya tidak mau mempermalukan diri mereka sendiri.
Ini juga berlaku pada Isa ketika dia berdiri di depan orang yang baru
dibangkitkannya beberapa menit sebelumnya.
Itu adalah percobaannya yang pertama, tetapi dia tidak sangsi bagi
orang itu akan mengikuti perintahnya untuk bangkit, sama seperti anda dan
saya yang tidak sangsi apabila kita memasukkan kunci pintu rumah kita dan
pintu akan terbuka. Kita bisa melihat
keyakinan dan jaminan Isa akan kuasa Allah dan pengetahuan akhir Isa akan
Allah. Ini memberitahukan kita akan kesatuan (wahadat)
dan hubungan antara Allah dengan Firman-Nya, Isa Al Masih.
Musa Rasa Asing dengan Kuasa Allah; Isa Sudah Biasa
Musa
adalah seorang asing di hadirat kuasa Allah sehingga apabila tongkat itu bertukar menjadi ular, dia kaget bahkan merasa
takut akan keputusan itu. Sebaliknya Isa sudah biasa dengan kuasa Allah.
Ini adalah seperti seseorang yang pergi
membeli sebuah meja bekas dari seorang laki-laki yang menjual semua perabot
rumahnya karena mau berangkat ke luar negeri, di satu alamat rumah di mana
dia belum pernah pergi ke tempat itu. Ketika dia sampai di alamat tersebut
dan bertanya di depan rumahnya, dia diberitahu bahwa tuan rumah baru keluar
dan akan kembali dalam tempoh sepuluh menit lagi.
Si pembeli itu berdiri di depan rumah dan memperhatikan semua mobil
yang lewat atau mampir karena mungkin salah satu dari mereka adalah si tuan
rumah. Beberapa menit kemudian sebuah
mobil mampir ke rumah tersebut tapi sipembeli tau itu bukan tuan rumahnya
karena mobil itu bergerak perlahan dan sopirnya mencoba mencari nomor-nomor
rumah. Dua buah mobil lagi datang dengan cara yang sama dan sipembeli juga
sadar mereka bukanlah tuan rumah tersebut karena mereka mengemudikan mobilnya
dengan perlahan sekali. Beberapa menit
kemudian, sebuah mobil lagi datang melaju lebih tepat dan terus masuk ke dalam
halaman rumah. Kini sipembeli tau
itulah tuan rumah, karena dia tidak seperti yang lainnya.
Musa, adalah seperti sopir yang menghampiri
rumah dengan perlahan, karena tidak biasa dengan kekuasaan Allah dan bergerak
perlahan ketika dia menerima pengarahan dari Allah. Sebaliknya Isa berperilaku seperti tuan rumah
tadi, dengan kebebasan yang penuh dan spontan. Baik pengunjung ataupun tuan rumah bisa mencari alamat rumah tersebut,
tetapi ada perbedaan yang besar di antara mereka. Tuan rumah sangat mengenali
rumahnya, sedangkan si pengunjung tidak. Juga, tuan rumah mempunyai jalan masuk ke rumahnya dan ke semua
harta-bendanya, tetapi si pengunjung harus meminta keizinan untuk masuk begitu
pula menggunakan perabut dalam rumah tersebut.
Jadi, adalah benar baik pengunjung maupun tuan rumah bisa masuk ke
dalam rumah, tetapi pengunjung hanya sebagai tamu,sedangkan tuan rumah mempunyai
kunci-kunci dan pemilikan rumah itu secara sah.
Kita bisa melihat perbedaan antara Isa
dan nabi-nabi lain seperti Musa dan Ibrahim.
Jika Musa dipanggil sebagai ‘kaleem
Allah’ (yang berarti, ‘orang yang Allah berbicara kepada’), bagaimanapun
dia harus didorong Allah untuk menjalankan
pelayanannya; dan walaupun Ibrahim dipanggil sebagai ‘khaleel Allah’ (yakni, ‘sahabat Allah’),
dia perlukan jaminan dan keyakinan akan kuasa Allah. Sebaliknya Isa yang dipanggil ‘Kalimat Allah’ (yakni, Firman Allah) tidak perlu dorongan, jaminan
ataupun keyakinan. Firman Allah menyatakan
Allah, dan oleh karena Allah tidak perlu dorongan ataupun jaminan, Firman-Nya
juga tidak memerlukan kedua hal yang tersebut di atas.
Makna ‘Dengan Izin Allah’
Ada
yang mungkin menolak bahwa ungkapan ‘dengan izin Allah’ membuat Isa juga perlu
mendapatkan izin dari Allah untuk melakukan mujizat-mujizatnya, dan ini menyebabkan
tidak ada perbedaan antara Isa dengan Musa pada akhirnya. Meskipun demikian,
satu penelitian yang kritis tentang ungkapan ini dalam Al-Qur’an membuktikan yang sebaliknya.
Ada beberapa yang berpendapat mengatakan
Isa melakukan semua ini ‘dengan izin Allah’,
[140]
Al-Qur’an secara mengesankan menyangkal
keilahian Isa. Tetapi satu penilaian
dan penelitian kritis akan pernyataan ini akan membuktikan justru.
Makna umum tentang ungkapan ini adalah:
Segala sesuatu adalah dengan izin Allah.
Tidak akan ada yang terjadi tanpa Izin Allah. Segala yang baik dan buruk terjadi karena izin Allah. Malapetaka yang menimpa atas orang-orang beriman
adalah juga karena izin Allah. Tidak
ada seorangpun yang dapat memaksakan sesuatu keatas-Nya.
[141]
Tapi ungkapan ini juga menunjukkan berkah
istimewa Allah dan persetujuan-Nya atas beberapa aktivitas tertentu. Contohnya,
melakukan sesuatu kebaikan dengan izin Allah: ‘...dan ada di antara mereka
yang paling dahulu mengerjakan kebajikan dengan izin Allah. Warisan dan pilihan itu merupakan Karunia Besar.’
[142]
Mereka yang setia walaupun kecil jumlahnya
dapat mengalahkan pasukan yang besar dengan izin Allah
[143]
, dan perkara-perkara sekecil apapun dalam perang terjadi
dengan izin Allah: ‘Mana saja pohon kurma yang kamu tebang, atau kamu biarkan
tumbuh seutuhnya di atas batangnya seperti apa adanya, semuanya terjadi dengan
izin Allah.’
[144]
Mereka yang menebang pohon kurma atau membiarkan
pohon itu tumbuh tidak perlu berhenti untuk meminta izin dari Allah.
Perilaku mereka adalah spontan sebagai yang terbaik untuk mereka lakukan.
Namun kelakuan mereka adalah dengan izin Allah. Bahkan sebatang pohon ‘juga menghasilkan buah
setiap musim dengan izin Tuhannya.’
[145]
Sebatang pohon tidak berhenti berbuah atau sebaliknya dengan
izin Allah. Dengan kata lain, Allah memberi berkah-berkah-Nya
atas aktivitas-aktivitas semacamnya.
Sekarang kita bisa melihat bahwa kewajiban
normal melakukan pekerjaan yang
baik, semangat berperang bagi pasukan yang kecil, bahkan produksi alami sebatang pohon, dan pekerjaan secara
spontan untuk menebang atau tidak
menebang pohon-pohon di suatu waktu semuanya adalah dengan izin Allah.
Bukannya mereka yang terlibat itu harus berhenti untuk meminta izin
dari Allah, seperti yang kebanyakan orang pikirkan.
Sama seperti Allah menyertai mereka yang
setia walaupun pasukan mereka sedikit, memberi dan memperkukuhkan perkara
mereka dengan izin-Nya, begitu juga Dia lakukan terhadap Isa, yang memberikan
dan memperkokohkan keilahiannya yang membiarkan dia membangkitkan orang mati
dan mencipta. Sama seperti sebatang
pohon yang berbuah secara alami dengan izin Allah, begitu juga dengan mujizat-mujizat
yang dilakukan oleh Isa secara alami. Dan
sama seperti yang menebang pohon secara spontan, ia melakukannya dengan izin
Allah. Begitu juga dengan Isa yang melakukan mujizat-mujizat yang ilahi.
Isa merupakan satu-satunya yang di mana
setiap tindakannya berada dalam satu cara yang istimewa ‘dengan izin Allah’,
yakni, dengan kehendak dan persetujuan Allah. Pengulangan ungkapan ‘dengan
izin Allah’ menunjukkan bahwa Allah sesungguhnya terlibat, sanggup, membenarkan
dan memberkahi manifestasi kuasa-kuasa ilahi Isa Firman-Nya itu – bukan yang
berpendapat atau menyangsikannya.
Qashani melanjutkan pemahaman kita:
Ketahuilah bahwa ‘dengan izin Allah’ (izn) bermakna pemberian kekuasaan/wewenang
Allah terhadap hamba-Nya untuk melakukan...apa yang hanya merupakan milik
Allah...juga bermakna bahwa hamba itu telah ditugaskan diberi kuasa dari kekekalan,
dan telah dibedakan atas kebolehannya. Maka ia adalah sabda Allah dari kekekalan bahwa
intisari hamba itu secara alami diturunkan untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut.
Dan itulah kepedulian Allah atas hamba-Nya itu.
[146]
Jadi menghidupkan orang mati ialah penempatan
alami abadi dari intisari Isa. Kuasa
untuk membangkitkan orang mati itu ialah satu yang memerlukan sifat dasar
Isa dari keabadian, bukan satu sifat harta/kekayaan yang hanya dipunyai atas
waktu.
Manusia bersama-sama dengan sebagian sifat-sifat
Ilahi seperti pengetahuan akal, kuasa, kehidupan dan kebijaksanaan.
Tapi semua ini adalah terbatas dalam diri kita.
Kepada setiap orang, baik petani atau nabi, dapat dipertalikan pengetahuan
sedikit, tapi Allah-lah yang Maha Mengetahui.
Kuasa dapat dipertalikan sedikit kepada semua orang, tapi Allah-lah
yang Maha Kuasa. Setiap orang bersifat
kehuripan sedikit, tetapi Allah-lah yang Maha Hidup.
Dan bagi semua orang, derajat kebijaksanaan dapat dipertalikan sedikit,
tapi Allah-lah yang Maha Bijaksana.
Kendatipun demikian, ada beberapa sifat-sifat
yang hanya dimiliki Allah saja. Kita
tidak bisa menganggap manusia sampai mempunyai derajat mana kuasa untuk mencipta
dan memberi kehidupan dengan cara mengeluarkan kata atau penghembusan nafas.
Jika Allah adalah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Kuasa, Dia
mungkin hanya merupakan seorang ‘Super Man’.
Tapi sifat-sifat yang meletakkan Allah di tempat tertinggi dalam maha
sucinya mengatasi segala makhluk-makhluk ciptaan, ialah kuasa-Nya untuk mencipta
dan membangkitkan orang mati. Dialah
pemberi hidup. Kuasa untuk memberi kehidupan dengan cara mengeluarkan
kata atau penghembusan nafas itulah sifat-sifat pribadi Allah.
Namun kuasa itu Dia berikan kepada Isa
Al Masih. Di kala orang lain berhadapan
dengan penyakit dan maut, mereka biasanya pertama kali berdoa atas intervensi
Tuhan Yang Maha Tinggi. Mereka berdoa
dan membiarkan segala keputusannya di dalam tangan Allah. Isa sebaliknya berada
dalam perintah yang sempurna ketika menghadapi situasi tersebut.
Sebab itulah Al-Qur’an menceritakan pekerjaan-pekerjaan Isa membangkitkan orang
mati serta mencipta dari tanah liat itu dengan kata ganti orang pertama: ‘Aku dapat membuat [mencipta]...Aku tiup ke dalamnya...[Aku] menghidupkan orang yang mati’:
Aku in datang kepadamu membawa tanda mujizat dari
Tuhanmu yaitu aku dapat membuat dari tanah liat ini rangka burung untuk kalian,
kemudian aku tiup lalu menjadi seekor burung dengan izin Allah. Dan aku sanggup
menyembuhkan orang buta, penyakit sopak [kusta], dan menghidupkan orang mati
dengan izin Allah. Lagi pula aku dapat memberitahukan kepada kalian apa yang
kalian makan dan apa yang kalian simpan di rumah kalian masing-masing.
Semua ini adalah menjadi tanda buat kalian, kalau kalian benar-benar
beriman.
[147]
Kemampuan untuk memberi kehidupan ialah
satu sifat pribadi Allah, seperti yang Qashani katakan: ‘Kehidupan ialah satu
milik hadirat Ilahi, dari itu sesungguhnya
ia adalah sifat yang paling sempurna dari Intisari Ilahi tersebut.’
[148]
Kehidupan adalah tanda Ilahi; tanpa sifat Ilahi
itu akan jatuh dari derajat yang tinggi ke derajat makhluk. Namun, sifat milik intisari Ilahi itu menjadi
sifat pribadi seorang manusia. Sekali lagi, Qashani berbicara tentang ‘penjelmaan
sifat-sifat Allah didalamnya [Isa], dan penampilan tindakan pribadi Allah
– membangkitkan orang mati dan mencipta burung...keduanya adalah pekerjaan-pekerjaan
esklusif Allah’
[149]
. Isa membangkitkan beberapa orang; di dalam
semua kasus, dia mengerjakannya dengan izin Allah.
Sifat(attribut) mencipta ialah satu sifat
awal. Sedangkan pembangkitan orang
mati adalah satu sifat akhir. Kedua
sifat yang sangat penting ini menunjukkan bahwa Isa mempunyai kuasa dan kontrol
dari awal hingga akhir.
Jika Allah telah membenarkan dan mengizinkan
Isa menyatakan Keilahian-Nya dengan cara demikian, bisakah manusia menentang
kebenaran dan maksud Allah? Dengan
memberikan Isa kuasa untuk mencipta dan membangkitkan orang mati, Allah secara
sengaja mendeklarasikan bahwa Isa tidak tergolong dalam orde yang dicipta
tetapi orde yang Ilahi.
Diperkuat dengan Roh Suci
Bimbingan
yang berkesinambungan dari Roh Suci
dengan Isa tidak lagi diartikan sebagai bimbingan Jibril. Karena ayat-ayat Al-Qur’an tidak menyatakan bahwa Isa diperkuat dengan Jibril tetapi
dia telah diperkuat dengan Roh Suci. Maka
Roh Suci tidak lagi diartikan sebagai merujuk kepada pemimpin bagi malaikat-malaikat
yang memimpin mereka di sekitar Takhta Allah, atau Jibril yang berada di tempat
kedua setelah Allah. Tetapi, ia adalah
Roh Total yang:
melebihi dan mengatasi skop dan jarak perintah
daya cipta Ilahi “Jadilah!”. Ia tidak
boleh dikatakan oleh -Nya bahwa dia adalah suatu makhluk, karena dia ialah
aspek istimewa [yakni, ‘wajah’] Kebenaran [yakni, dari Allah] itu. Dengan aspek tersebut penjelmaan itu menjadi
nyata.
[150]
Dengan kata lain, Isa telah diiringi secara
berkesinambungan oleh Roh yang melebihi dan mengatasi rentang serta jarak
perintah daya cipta Ilahi, yakni,
melebihi dan mengatasi perintah yang menyebabkan penjelmaan menjadi nyata.
Ibn ‘Arabi, yang dipercayai dan dikatakan
sebagai segel kepada orang-orang alim pengikut Muhammad, pernah berkata tentang
tahap kedekatan dengan Allah, ‘ini bukannya sesuatu yang berkesinambungan,
tetapi [hanya] sewaktu-waktu’.
[151]
Mengenai kenyataan ini, Qashani mengulas, ‘kedekatan
kepada Allah ini melalui kegiatan dan tanggungjawab keagamaan tidak kekal
di dalam kita tetapi hanya berlaku sewaktu-waktu’.
[152]
Namun dengan Isa, pengalamannya bukanlah satu ‘kedekatan’,
tetapi berada betul-betul di dalam hadirat wajah Kebenaran yang melaluinya
itu segala kehidupan menjelma. Bukan
itu saja, tetapi juga hadirat itu adalah kekal.
Ini dilihat dari dua fakta yang penting:
1. Isa selalu berbicara tentang firman Allah
Setiap kali para nabi berkata, percakapan
mereka bisa dibagikan menjadi dua jenis.
Ketika mereka di bawah pengguasaan Roh Suci, kata-kata yang mereka
ucapkan bukan kata-kata mereka sendiri tapi itu adalah kata-kata Allah. Walaupun mereka manusia, namun kata-kata mereka
itu bukan kepunyaan mereka tetapi kepunyaan Allah secara total, yang tidak
boleh dipisah-pisahkan atau diubah. Roh
Suci memastikan tidak ada kehilangan yang bisa datang dari berita yang mereka
sampaikan dari Allah. Tapi ketika
mereka bukan berada dalam penguasaan Roh Suci, kata-kata yang mereka tuturkan
adalah kata-kata mereka sendiri. Ini
mungkin benar dan mungkin juga tidak.
Kehidupan Isa di dalam dunia ini, bagaimanapun,
tidak boleh dibagikan menjadi waktu dia di bawah inspirasi dari Allah dan
waktu-waktu dia bukan dalam keadaan yang demikian, justru kata-kata yang diucapkannya
kadang-kadang kepunyaan Allah dan ada kalanya kepunyaannya sendiri.
Kehidupan Isa di bumi adalah sesungguhnya satu yang tidak diganggu
– yakni, ia berada di bawah inspirasi Allah secara total.
Semua kata-katanya adalah firman Allah. Semua waktu Isa adalah waktu
Allah.
2. Isa senantiasa menunjukkan kehidupan Allah
Ketika Roh Suci mengendalikan penuturan
para nabi, kata-kata mereka menjadi Firman Allah. Tapi apa yang berlaku jika Roh Suci mengendalikan seluruh aspek
kehidupan seseorang?
Isa berlainan dari semua nabi-nabi.
Ketika nabi-nabi berkata, satu berita dari Allah dinyatakan melalui
mulut mereka. Tetapi mulut-mulut hanya bisa menyampaikan
pesan-pesan saja, dan bila berbuat demikian hanya pada suatu waktu tertentu.
Jadi dalam kasus nabi-nabi, alat yang Allah gunakan ialah mulut mereka
dan di suatu waktu yang tertentu.
Tapi dalam kasus Isa, alat yang Allah
gunakan ialah pribadi totalnya, dan kekal sepanjang waktu! Bukan saja semua kata-katanya adalah kata-kata
Allah, tapi juga semua pekerjaannya adalah pekerjaan Allah, dan semua pemikirannya
adalah pemikiran Allah. Dalam semua
kehidupan Isa – pikiran, hati dan pribadi keseluruhannya – kehidupan Allah
dimanifestasikan.
Dalam kasus yang melibatkan nabi-nabi
lain, berita dan pesan dari Allah yang keluar dari mulut mereka penuh dengan
undang-undang, peraturan dan perintah; mereka seperti seorang pengantar surat/pegawai
pos yang mengantar surat-surat dari Allah. Mereka menyatakan firman Allah, tapi dalam
Isa, Allah dinyatakan secara pribadi
– bukan sebagai berita/pesan dari Allah tetapi kehidupan Allah yang dimanifestasikan
dalam Isa yang wujud dalam bentuk manusia.
Maka kita bisa berkata, sepakat dengan
Jilani
[153]
, bahwa Allah menjadi pendengaran dan penglihatan Isa, tangan
dan lidah serta nafas Isa. Dalam dalam
kata-kata Tirimizi:
Allah telah menambat hatinya sepanjang hayat hidupnya,
dan mencurahkannya dengan pengetahuan syurgawi-Nya, dan mempersembahkannya
dengan tauhid-Nya, dan melindungi jalannya dari kecacatan melihat
diri, dan bayang-bayang nafsu....Dia adalah kepunyaan-Nya di bumi-Nya
ini!
[154]
Keunikan Penguatan Tersebut
Tapi
mengapa pula hanya seorang diri yang dipilih untuk penguatan [Roh Suci] ini?
Banyak orang yang menghabiskan hidup mereka berusaha, tapi hanya seorang saja
yang mengalami pengalaman tertinggi itu sejak lahir. Hanya seorang saja yang layak dibimbing secara kekal oleh Roh Allah,
dan tidak sekali-kalipun terjadi ketidak-harmonis atau pertentangan di antara
mereka. Mengapa?
Kodrat Isa sesungguhnya adalah Ilahi yang
abadi, maka dia mempunyai kapasitas
untuk seiring secara harmonis yang kekal dengan Roh Suci, Roh Allah, Roh Total
itu. Maka kodrat Isa, yang juga adalah
satu Roh Sempurna, bisa menampung Roh Total itu, pada setiap dan sepanjang
waktu. Kapasitas ini bukanlah sesuatu yang bersifat manusiawi tetapi Ilahi.
Adalah penting untuk dicatat kiranya bahwa
ketika manusia bisa mengalami Roh itu, walaupun hanya sedetik, mereka akan
merasa dibanjiri dengan Kuasa dan Keagungan serta Kemuliaan yang luar biasa.
Tapi dalam kasus Isa, yang diiringi secara
kekal Roh Total itu tidak akan merasa dibanjiri. Dia tetap tinggal seperti orang yang sama sepanjang
waktu. Bila dia membangkitkan orang mati dia tidak merasa kegirangan karena
satu mujizat telah terjadi. Mujizat
itu membuatnya seolah-olah dia telah kerap kali melakukannya sebelum itu,
sepanjang hidupnya; kepribadiannya juga tidak berubah karena mujizat itu,
sama seperti kita tidak merasa apa-apa bila memaku sekeping papan atau mengikatkan
tali sepatu kita. Mereka yang melihatnya itulah, bahkan mereka yang telah
mati, yang merasa dibanjiri perasaan heran. Manifestasi sifat-sifat pribadi
Allah keatasnya membuat Isa tetap seorang insan yang sama. Dia tidak menunjukkan rasa takut, gentar, atau tidak sama sekali
ada asesuatu yang bersifat abnormal.
Mengapa begitu? Karena dia mempunyai kapasitas untuk menampung
Roh Total itu. Kapasitas itu bukan
kapasitas suatu makhluk tapi kapasitas Firman Allah yang Ilahi, yaitu kodrat
Isa.
Seperti yang kita telah lihat, Roh Suci
juga adalah Ilahi yang abadi. Maka
arti sebenarnya dari ‘Kami perkuatkannya dengan Roh Suci’ ialah bahwa semasa
berada di bumi, Isa Firman Allah itu berada di dalam Kemahaan Keluhuran Ilahi
yang sukar digambarkan untuk sepanjang masa, walaupun dia berada dalam wujud
seorang manusia.
Dia Berserta Allah
Sejak
penciptaan Adam, Allah memilih hanya seorang dari antara milyaran orang yang
telah hidup, dan ratusan nabi-nabi yang Dia telah utus untuk diangkat naik
ke sisi-Nya. Al-Qur’an mengatakan:
Hai Isa! Aku akan mewafatkan engkau, dan mengangkat
derajatmu di sisi-Ku.
[155]
Bagaimana seorang manusia biasa bisa diangkat
ke sisi Allah sendiri? Bagaimana bisa
seorang manusia biasa berdiri di depan Kemuliaan, Kuasa dan Kesucian Yang
Maha Tinggi? Razi mengulas bahwa dalam
ayat di atas Allah seraya berkata: ‘Aku mengangkatmu ke dalam Hadirat Kehormatan
Ku’. Tapi bagaimana suatu makhluk
bisa diangkat ke tempat Kehormatan Allah?
Untuk hampir 2000 tahun sejak dia berjalan
di bumi ini, Isa telah tinggal bersama Allah, jauh lebih tinggi dari para
malaikat dan manusia, menikmati wajah Allah dan dikasihi oleh Allah. Dengan
pengangkatan Ilahi,Isa sesungguhnya lebih tinggi dari segalanya. Dia hidup dan bersama Allah. Inilah hormat yang tertinggi sepanjang masa,
zaman dan abadi.
Al-Qur’an
menyatakan:
Tidak sama orang yang buta dan orang yang melihat.
Tidak pula sama gelap gulita dengan cahaya.
Tidak pula sama yang teduh dengan yang panas terik. Tidak pula sama
orang yang hidup hati nuraninya. Sungguh
Allah dapat membuat siapa saja yang Dia kehendaki mampu mendengar.
[156]
Jika di sini dan waktu ini, di bumi ini
di mana yang hidup itu tidak sama dengan yang mati, apa lagi apabila yang
hidup itu hidup bersama Allah! Untuk hidup di sini adalah satu hal; dan untuk
hidup bersama Allah adalah hal yang berlainan sama sekali. Karena bagi dia yang hidup bersama Allah harus memiliki kebolehan
untuk hadir dalam tingkat hidup yang tak bisa dibayangkan. Dia mesti mempunyai kualitas hidup dalam dirinya
yang membuat dia begitu biasa dengan Kemegahan dan Kekudusan Allah.
Jika seorang insan itu tidak layak untuk
berada dalam hadirat Allah, dia akan menarik diri dengan sukarela, jika tidak
dia akan dimusnahkan oleh Kemegahan Allah. Isa memiliki baik kebolehan maupun kualitas untuk bersama dengan
Allah.
Bukhari menyebut Hadis berikut yang disahkan
oleh ‘Aisha:
Siapa saja yang menggugat bahwa Muhammad melihat
Tuhannya melakukan satu kesilapan besar, bahwa dia [Muhammad] hanya melihat
Jibril dalam bentuk aslinya di mana dia telah diciptakan.
[157]
[Perhatikan bila Hadis menyebut tentang Jibril, ia bermaksud
Malaikat Jibril]
Mengenai kemungkinan bagi seseorang melihat
Allah, Al-Qur’an menyatakan:
Tatkala Musa datang pada waktu yang telah Kami
tetapkan itu dan Tuhanpun telah berbicara langsung dengannya, berkatalah Musa:
Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu. Allah berfirman: “Di dunia ini tidak mungkin
engkau dapat melihat Aku. Tetapi baiklah,
lihatlah bukit itu! Kalau bukit itu masih tetap tegak di tempatnya semula
mungkin engkau dapat melihat Aku”. Tatkala
Tuhan mula menyingkap nur-Nya kepada bukit itu, dengan serta-mesta hancur
luluhlah bukit itu. Musapun tersungkur
jatuh pingsan. Setelah Musa sadar
kembali berkatalah ia: “Maha Suci Engkau! Aku bertobat kepada-Mu! Aku orang
yang pertama mula beriman.”
[158]
Menurut ayat ini Allah menjawab permintaaan
Musa dengan satu kenyataan dan satu illustrasi. Keduanya adalah begitu terang sekali, meyakinkan
dan sempurna. Kenyataan itu ialah “Engkau tidak bisa melihat Aku’. Illustrasi itu ialah penglihatan-diri yang
Allah tunjukkan kepada bukit tersebut. Pengajarannya
ialah: jika Allah menunjukkan diri-Nya kepada Musa dan bukannya bukit itu,
Musa mungkin akan hancur lebur menjadi debu.
Penterjemahan bagi kata ‘sa’akan’ dalam ayat di atas ialah ‘jatuh
pingsan’ sebenarnya tidak memberi arti yang sebenarnya. Kata dasar bagi kata itu berarti ‘mati’, menurut
satu kosakata (lexicon) Al-Qur’an.
[159]
Maka penterjemahan yang lebih tepat ialah Musa jatuh tersungkur
seolah mati. Allah tidak menampakkan diri-Nya kepada Musa
tetapi kepada bukit; namun walaupun begitu, Musa jatuh seolah mati. Jika ini hanyalah satu kesan sampingan penampakan
Allah kepada bukit, apa yang akan terjadi jika Allah menampakkan diri-Nya
kepada Musa seperti yang dipintanya itu?
Jika hanya untuk melihat Allah begitu
mustahil sekali untuk seorang nabi besar seperti Musa, siapakah Isa, yang
bukan saja melihat Allah, tetapi juga diangkat naik ke sisi Allah? Dan bukan
untuk sehari, tetapi sudah hampir 2000 tahun!
Dari Tanah ke Tanah atau Dari Allah ke Allah
Hanya
dia yang datang dari Allah yang mampu untuk bisa bersama Allah. (Ingatlah, Al-Qur’an menyatakan bahwa Isa ialah ‘Roh dari-Nya’
[160]
) Hanya dia yang datang dari Allah bisa balik untuk bersama-sama
dengan Allah. Hanya Firman Allah,
Isa, yang bisa mencari kembali tempatnya di dalam Allah, secara sah dan alami.
Manusia lain adalah dari tanah dan kepada
tanahlah mereka pergi, tapi Isa ialah dari Allah dan kepada Allah dia pergi,
dan untuk bersama Allah dia pergi. Ini
hanya mungkin terjadi jika Isa ialah Firman Allah yang Kekal.
Sekali lagi kalau kita perhatikan hal
ini adalah konsisten dengan interpretasi di mana Isa diperkuat dengan Roh
Suci. Jika Isa berada dalam Kemahaan
Keluhuran Ilahi yang sukar digambarkan ketika dia berada di bumi, maka adalah alami baginya untuk berada di Kemahaan
Keluhuran Ilahi yang tidak bisa digambarkan di
dalam hadirat Allah. Razi mengulas
ayat Al-Qur’an, 4:158 bahwa:
Pengangkatan Isa kepada Allah sebagai satu taufik
adalah lebih besar dari Firdaus dan segala yang ada di dalamnya dan kenikmatan-kenikmatan
fisiknya.
[161]
Isa tidak perlu menunggu untuk diberi
ganjaran, seperti manusia-manusia lain yang terpaksa menunggu hingga Hari Kiamat. Nabi Idris diangkat ke suatu tempat tinggi menunggu Hari Kiamat,
tapi ganjaran Isa ialah yang segera, dan merupakan kehormatan yang tertinggi
sepanjang zaman dan abadi. Karena
Allah itulah taufiknya. Semua manusia
lain akan menghadapi Hari Kiamat untuk menerima balasan dan hukuman mereka. Tapi menurut ayat ini, bagi Isa sendiri tidak
ada Hari Kiamat. Karena tidak ada
apa-apa yang perlu dihakimi untuknya.
Sama halnya bila kita meningat kembali
penemuan Dr. Mustafa Mahmoud yang mengatakan:
Roh tersebut tidak mempunyai tempat di Firdaus
ataupun Neraka, tapi ia adalah nur cahaya dari terang Allah, berhubungan dengan
Allah. Roh datang daripada-Nya. Ia tidak boleh tunduk kepada percobaan atau
penghakiman, atau hukuman atau ganjaran, tapi ia adalah contoh tertinggi dalam
ayat-ayat Al-Qur’an, ‘Allah mempunyai sifat-sifat yang sangat tinggi. Dia Maha Kuasa dan Bijaksana’ (16:60) dan ‘Kepunyaan
Dialah Cita Tertinggi dan Terindah di seluruh langit serta bumi ini.
Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana’ (30:27). Ia adalah dunia sinar
pancaran kesamaan yang didatangkan dari sinar serta kesuciannya bersama dan
‘dari’ Allah dan ‘dari’ perintah-Nya.
[162]
Adalah tidak aneh untuk menemukan bahwa
Isa, tidak takluk kepada pencobaan atau penghakiman; dan tidak juga aneh untuk
menemukan bahwa dia tidak berada di Firdaus tetapi bersama Allah. Karena dia datang dari Allah.
Pengangkatan Isa ialah kata terakhir Allah
ke atas Keilahian Isa, Firman-Nya dan Roh-Nya itu.
Dia Tidak Berdosa
Dari
mulai Adam sampai kepada kita di zaman ini, semua manusia telah berdosa. Ghazali mengatakan bahkan ‘para nabi, yang
tertinggi di kalangan manusia, secara terus-menerus meminta ampun dan menyesali
dosa-dosa mereka’
[163]
. Ada yang sudah bertobat dan meminta pengampunan dari Allah. Dari Adam sampai kepada Muhammad dan sesudahnya
semuanya telah berdosa.
Bukhari mencatatkan doa Nabi Muhammad
berikut:
Ya Allah! Ampunilah kesalahan-kesalahanku dan
kelalaian serta perbuatan-perbuatanku yang melampaui batas kemuliaan; dan
ampunilah apa saja yang Engkau mengetahui lebih daripada aku sendiri. Ya Allah! Ampunilah kesalahan yang aku telah
lakukan samada secara berolok-plok atau serius, dan ampunilah kesilapan-kesilapanku
baik yang disengajakan ataupun tidak, dan segala yang ada pada diriku’
[164]
Hanya ada satu pengecualian saja yaitu
Isa. Dia tidak pernah berdosa. Dia tidak pernah melakukan satupun kesalahan.
Dia tidak pernah melampaui batas Allah baik secara sukarela maupun
ketidaktahuan, sengaja atau tidak sengaja, secara berolok-olok ataupun serius.
Dia tidak pernah meminta ampun. Dia
tidak pernah menyesali perbuatannya. Bukhari menyebutkan tentang satu Hadis
di mana manusia pergi kepada nabi-nabi yang berlainan untuk berdoa sebagai
perantara bagi mereka, dan bagi mereka semua Hadis menyatakan mereka berdosa
kecuali Isa Al Masih.
[165]
Bukan saja orang-orang beriman di waktu
terdahulu seperti halnya Bukhari percaya bahwa Isa tidak menpunyai dosa. Seorang penulis moden menulis:
Oleh karena itu Isa bebas dari noda-noda kejahatan
dan kotoran....Kesucian ini, sejak Adam ada sampai dia disentuh oleh jari
Syetan yang berakibat ia kehilangan kesucian tersebut, sekarang hanya tersisa
ada pada Isa saja.
[166]
Jadi, tidak seperti Adam, yang telah dikalahkan
oleh Syetan, Isa mengekalkan kesuciannya sepanjang hidupnya, dan dengan itu
mengalahkan Syetan dengan kesetiaan yang sempurna kepada Allah.
Di dalam keseluruhan Al-Qur’an, kita tidak pernah diberitahu
bahwa Isa telah disuruh menjadi seorang Muslim atau Isa adalah seorang Muslim.
Masalah ini cukup jelas (signifikan) karena ada dua sebab:
Pertama, menjadi seorang Muslim menunjukkan
iman kepada satu Allah yang tidak kelihatan. Syarat untuk
beriman tersebut mengandung arti ada kekurangan pengetahuan tangan pertama. Karena tidak ada seorangpun yang pernah melihat Allah, hanya dengan
iman kita tahu akan Dia. Ini berlaku
bagi semua manusia. Tapi tidak demikian
halnya dengan Isa, karena Dia datang dari kodrat Allah. Pengetahuannya terhadap Allah adalah langsung
dan dari tangan pertama.
Kedua, menjadi seorang Muslim bermaksud
menyerah kepada Allah tetapi itu tidak terjadi pada Isa. Isa tidak diperintah untuk menjadi seorang
Muslim karena dalam sepanjang hidupnya, tidak perlu membuatnya menyerahkan
diri pada Allah. Dia adalah sempurna
dalam segala hal. Seperti yang Tirimizi
tuliskan: ‘Allah telah menambatkan hatinya sepanjang hayatnya...Dia adalah
kepunyaan Allah di bumi-Nya!’
[167]
Perhatikan juga bahwa dalam petikan awalnya
yang membicarakan tentang Roh sebagai tergolong dalam ‘dunia kesamaan terang
yang mendapatkan kesucian dan nur cahaya “bersama dan dari” Allah’
[168]
, Isa digolongkan ke dalamnya oleh Dr. Mustafa Mahmoud. Penjelasan
tentang Roh oleh Dr. Mustafa Mahmoud ini benar bagi Isa karena Isa adalah
“Roh Allah” itu. Dia kepunyaan dan
tergolong dalam dunia kesamaan terang Allah, dengan segala kesucian, ketinggian
dan kesempurnaannya.
Jilani mengatakan bahwa ‘ketidak-taatan
ialah satu yang tidak dapat dielakkan
[hasil] dari kegelapan, dan ketaatan ialah satu yang tidak dapat dielakkan
[hasil] dari terang’
[169]
. Kelakuan dan kehidupan Isa di bumi adalah sesuatu
yang tanpa cela dan noda dan ketaatannya adalah lengkap dan penuh. Dia memanifestasikan kodrat Allah, yaitu Terang
dari Terang. Di dalamnya tidak ada
kegelapan langsung. Di dalamnya tidak
ada bayangan gelap dan terang, hanya terang yang sempurna.
Allah adalah Sempurna dan Isa adalah Sempurna.
Persamaan ini cukup mudah dimengerti, tetapi sungguh kuat dalam menetapkan
bahwa Isa Al Masih adalah Firman Allah yang Kekal dan Sempurna.
Ketiada-dosaan Isa ditunjukkan
oleh kebersamaan-Nya dengan Roh itu
Perhatikan bahwa keterangan di atas adalah konsisten dengan Isa sebagai
satu-satunya orang yang ‘diperkuat dengan Roh Suci’. Kebersamaan yang kekal antara Roh Suci dan Isa itu menyatakan kepada
kita sesuatu yang sangat penting mengenai
pribadi Isa.
Jilani menekankan bahwa Roh Suci itu ialah
‘Roh Kekudusan, yang berlainan dari wujud fisik yang bercela dan lemah’.
[170]
Dalam kata lain, Roh Allah itu ialah satu Roh kebenaran
dan kesucian, dan oleh karena itu tidak boleh dikompromikan atau hadir bersama
dengan dosa sekecil apapun. Namun,
Roh Suci ini adalah kekal berserta Isa.
Ini adalah satu bukti bahwa Isa telah
menjalani satu hidup yang murni dan tidak bernoda, dan bahwa dia layak menerima
penyataan Al-Qur’an gelar mubarak (yang diberkahi).
[171]
Jika sekiranya terdapat satu perbuatan atau pikiran dalam
diri Isa yang tidak disenangi Allah, Roh Suci itu sudah tentu telah meninggalkan
Isa sekurang-kurannya untuk seketika selama ketidak-taatannya itu, tapi ternyata
tidak begitu halnya dengan Isa. Kemurnian
dan kesucian pribadi Isa adalah dalam satu kesatuan dengan Roh Allah, Roh
kesucian itu.
Keharmonisan total antara Isa dan Roh
Allah itu tidak pernah dialami oleh siapapun.
Isa adalah satu-satunya orang yang memenuhi syarat untuk berhubungan
dengan Roh yang sempurna, tidak ada tandingan dan tidak terganggu. Seharusnya demikian jika dia adalah manifestasi
Allah dalam dirinya. Tidak ada siapapun
yang bisa berada dalam satu keharmonisan total dengan Roh Allah kecuali dia
yang datang dari Allah. Sebab itulah
Isa dilahirkan tanpa dosa – untuk melayakkannya diperkuat oleh Roh Suci secara
kekal dari awal hidupnya, agar dia dapat menyatakan Allah Yang Sempurna itu
kepada umat manusia.
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan oleh Penentangan Orang-orang
Munafik.
Benda-benda
yang sama biasanya bercampur satu sama lainnya, tetapi benda-benda yang berlawanan
membuahkan reaksi. Setiap
reaksi itu sepadan dengan perbedaan antara kedua benda yang berlawanan
itu. Jika reaksi itu kecil, disebabkan perbedaannya juga kecil. Tetapi jika reaksi itu hebat, maka itu adalah
disebabkan oleh perbedaan yang besar.
Dalam kedua jenis dan derajat, penentangan
yang Isa terima dari manusia di zamannya itu adalah belum pernah terjadi sebelumnya.
‘Abbas Al-‘Aqqad, seorang akhli terpelajar moden Mesir, telah mengatakan
tentang penentangan yang dihadapi oleh Isa sebagai ‘yang paling bersifat kepala
batu yang pernah dihadapi oleh nabi-nabi Allah; lebih hebat dalam tingkat
dan kualitas daripada penolakkan tempo lainnya yang dihadapi rasul-rasul lain’.
[172]
Penentangan seperti itu yang timbul karena
perbedaan antara Isa dengan mereka yang menentangnya adalah perbedaan antara
ketidak-berdosaan dengan kemunafikan kejahatan. Ini disebabkan dia adalah nur cahaya sempurna
sehingga yang menentangnya dengan kuasa-kuasa kegelapan adalah sesuatu yang
belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketiada-dosaan Isa Ditunjukkan dengan Dia Diangkat
ke Sisi Allah
Kita
diberitahu bahwa Isa telah diangkat ke sisi Allah, namun bila dia ada dosa
dia pasti tidak akan dapat bersama Allah.
Karena jika Isa telah melakukan satu dosa atau mengabaikan satu perbuatan
baik, dia tidak boleh hadir di dalam hadirat Allah yang Maha Suci.
Kehidupannya yang tanpa dosa itu bukanlah
satu yang relatip tetapi satu kesempurnaan
yang Ilahi. Kesempurnaan ini bukanlah dinilai atau diukur oleh standar-standar
manusia tetapi dengan standar Ilahi, karena standar-standar manusia tidak
akan melayakkan siapapun untuk diangkat ke sisi hadirat Allah.
Pengangkatan Isa ialah suatu bukti bahwa hidupnya yang tanpa dosa dipunyai
oleh tingkat Tertinggi itu.
Al-Qur’an
menyatakan bahwa Isa ialah ‘hamba Allah’ (‘Abdu’llah)
itu
[173]
. Akhli-akhli Sufi percaya bahwa hamba ini:
Merupakan penganut yang sempurna, di mana keatasnya
Yang Maha Kuasa telah memanifestasikan semua Nama-nama-Nya; bahwa dia adalah
lambang atau ringkasan kesemua yang perlu ada pada seorang ‘penganut’; dan
dengan menyadari Nama-nama Allah, yaitu nama yang tertinggi dan meliputi semua
Sifat-sifat Ilahi, dia mencapai tahap ketenteraman dan derajat kesempurnaan
yang paling luhur yang bisa dicapai oleh manusia.
[174]
Kesucian dan kesempurnaan ini ialah sesuatu
yang berlainan dari apa yang dimiliki oleh para malaikat, karena tidak ada
satu malaikatpun Yang Maha Kuasa manifestasikan atas semua Nama-nama-Nya.
Dan di atas semua itu, tidak ada satupun dari kalangan para malaikat
yang telah “menyadari” Nama Allah, yaitu nama yang tertinggi.
Sifat hamba Isa ini tidak terganggu sejak
dia dilahirkan sampai dia diangkat. Dia
adalah seorang penganut yang sempurna sejak dari buaian. “Kesadarannya” akan
Nama Allah tidak datang dari proses usaha dan perjuangan dalaman pribadinya, tetapi
adalah kepunyaannya dengan kebajikan sifat-sifat dasarnya, dari keabadian
sebagai Firman Allah yang Kekal itu.
Sekarang jika, dari saat-saat pertama
kehidupannya di bumi, dia sudah berada di dalam derajat kesempurnaan yang
paling luhur yang bisa manusia capai, apa lagi yang perlu dicapai olehnya
sepanjang hayatnya itu? Tidak ada! Dia sudah diberi derajat kesempurnaan yang
paling luhur.
Dengan menyadari bahwa tidak ada seorangpun
yang telah memanifestasikan Nama Ilahi seperti Isa (walaupun ada yang menggugat
telah bebbuat demikian, tapi tanpa bukti-bukti yang bisa disyahkan), kita
akan lantas bertanya: Mengapa perlu yang lain berusaha keras untuk mencapai
dan mengekalkan satu tingkat kesucian yang terbatas, sedangkan Isa telah diberi
kesempurnaan sejak lahir? Jika Isa
tidak Ilahi dengan Keilahian yang mutlak, maka manifestasinya akan Nama Allah
yang cukup luas
[175]
tidak mungkin benar. Karena
jika Keilahiannya itu tidak mutlak tetapi relatip (jika persoalan tersebut
memungkinkan), ia akan kekurangan kebesaran Allah, lalu ia adalahmerupakan
perwakilan Allah yang tidak benar. Karena
tidak ada yang relatip bisa mewakili dan menunjukkan apa-apa yang mutlak.
Relatip hanya bisa menunjukkan yang relatip dan mutlak menunjukkan
yang mutlak.
Ada orang yang mungkin membantah bahwa
Isa mencapai hanya derajat kesempurnaan paling luhur itu saja yang bisa dicapai
oleh manusia, maka itu berbeda pencapaiannya dari yang ilahi. Jika kita melihat akan semua sifat-sifat ilahi
yang Isa manifestasikan, kita akan dapati bahwa dia tidak memanifestasikan
mereka pada tingkat manusia tertinggi, tetapi dia memanifestasikan sifat-sifat
Allah itu. Sebagai contohnya, bila
dia berhadapan dengan orang mati, dia tidak memberikan satu penyelesaian tingkat
manusia setinggi apapun yang mungkin. Tidak. Dia membangkitkan orang mati dengan
satu ucapan, sama seperti yang Allah akan lakukan. Begitu juga dengan perbuatannya
dalam mencipta, bukan satu pencapaian tertinggi yang bisa seorang manusia
capai, tetapi ia adalah satu penciptaan ilahi, daripada tanah dan dimasukkannya
nyawa dengan cara penghembusan, sama seperti yang dilakukan oleh Allah.
Adalah penting juga untuk kita perhatikan
bahwa Isa dalam kehidupannya yang suci dan tanpa dosa tidak menunjukkan kesempurnaan
tertinggi malaikat atau manusia, tapi memanifestasikan Nama Allah yang cukup
luas itu.
[176]
Jika kesuciannya hanya bisa dibandingkan dengan apa yang
dimiliki oleh para malaikat, dia pastinya akan jauh daripada manifestasi Nama
Allah yang cukup luas itu. Tetapi
sebaliknya, kesucian Isa adalah terlalu besar sehingga dialah sumber berkah
kepada para malaikat. Dr. Mustafa Mahmoud dalam memetik al-Hasan al-Basri,
mengatakan:
Allah mengingini dia [Isa] untuk bersama dengan
para malaikat agar mereka mencapai berkahnya (baraka), karena dia ialah Firman Allah dan Roh-Nya.
[177]
Jadi Isa ialah sumber berkah di syurga
dan juga di bumi. Kesempurnaannya bukan sesuatu yang pasif tetapi sesuatu
yang aktip, agar kedua-dua malaikat dan manusia menimba dari berkahnya.
Kesimpulan
Menurut
akhli-akhli Sufi, ‘setiap insan mempunyai satu nafs-e nasut, yakni satu nafsu jiwa manusia yang dikendalikan. Ahli-ahli
filsafat memanggilnya sebagai “roh hewan” (ruh haiwaini), dan dasar jiwa manusia inilah yang menghalangi penyatuan
manusia dengan alam Ilahi’
[178]
Dr. Javad Nurbakhash menulis:
Jika hanya anda bisa memerdekakan diri anda dari
jiwa manusia dan nafsu-nafsunya, dengan cara bertapa sebagai bentuk penyangkalan-diri
dan penghapusan-diri, barulah anda secara otomatis bisa mencapai keadaan suatu
tingkat, seperti Al Masih, kediaman paling dalam istana Ilahi (Lahut), yaitu tahap Wahadat Intisari Ilahi, dan menjadi
diberkati dengan keabadian.
[179]
Pencapaian ini tidak pernah menjadi satu
realitias sejarah kecuali dalam Isa. Jelaslah tidak ada orang yang melakukan
seperti yang dilakukan oleh Isa. Kehidupannya
yang tanpa dosa dan kesuciannya tidak dibantu oleh siapapun, sehingga membuat
penyair ‘Attar menyeru kepada Allah untuk membersihkan jiwanya, dengan Isa
Al Masih menjadi model didepan matanya:
Bersihkan aku, Ya Tuhan, dari jiwa yang ternoda
ini,
Agar aku bisa mencapai kesucian abadi untuk diriku,
seperti Isa.
[180]
Penyatuannya dengan Intisari Ilahi dan
keabadiannya bukanlah keputusan dari petapaan penyangkalan-diri, tapi adalah
kepunyaannya sejak lahir. Sepanjang hidupnya ketaatannya kepada Allah adalah
lengkap dan sempurna. Dan dengan itu
Isa menghormati Allah dengan hormat yang layak bagi Allah itu. Dia adalah Manusia Sempurna dalam Sifat hamba
yang lengkap, dan melalui kemanusiaan dan Sifat hambanya, Keilahiannya memancar.
Muhammad Mahmoud Taha, dalam bukunya The Second Message of Islam mengatakan:
Adalah lengkap ditegakkan bahwa tiada seorangpun
yang akan menghormati dan takut akan Allah seperti yang Dia layak dihormati dan ditakuti kecuali
Diri-Nya Sendiri. Dan maka Dia [Sendiri]
ialah tangga yang menuju kepada Tuhan semua tangga-tangga dalam tempat Kemuliaan-Nya,
melalui Sifat hamba, kerendah-hatian dan kepatuhan....Sifat hamba adalah suatu
yang kekal...sama seperti Ketuhanan itu kekal....Sifat hamba mutlak menuntut
pengetahuan akan Allah secara mutlak, dan ini [pengetahuan akan Allah secara
mutlak] kepunyaan hanya bagi Allah...
[181]
Kemanusiaan dan ketaatan tidak melambangkan
ketidak-hadiran yang Ilahi; tetapi, jika dijumpai dalam ukuran sempurna mereka,
mereka adalah satu bukti Keilahian. Karena ketaatan mutlak menuntut pengetahuan akan Allah yang mutlak,
dan pengetahuan mutlak akan Allah itu hanya kepunyaan Allah semata.
Kesempurnaan Isa di bumi ialah satu bukti pengetahuan mutlaknya akan
Allah yang berada di syurga, begitu juga sebaliknya hal itu merupakan satu
bukti Keilahiannya.
Sekali lagi, kesimpulan ini adalah konsisten
dengan semua yang telah kita sebutkan atau bahaskan sebelumnya, terutamanya
mengenai kepercayaan bahwa Isa adalah satu-satunya yang datang dari Allah,
yang mempunyai sifat-sifat dasar Allah dan tahu Allah dalam arti kata yang
mutlak.
Kesempurnaan Allah diperkuat lagi dengan
Al-Qur’an, Hadis dan tulisan-tulisan
Sufi. Ia adalah satu ciri pribadinya
yang menakjubkan. Jika pembaca ditanya
untuk menamakan seorang yang tidak pernah berdosa dalam satu perkarapun (katakan,
iri hati) sepanjang hayatnya, pembaca tidak akan bisa menamakan siapa seseorang
itu. Hadis mengatakan ‘Syetan bercokol
di dalam pikiran manusia seperti aliran darah di dalamnya.’
[182]
Satu lagi Hadis mengatakan Muhammad selalu
‘meminta ampun dan berpaling kepada Allah di dalam pertobatan lebih dari tujuh
puluh kali sehari’
[183]
Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang sempurna dalam
satu cara pasif (yakni tidak melakukan apa-apa kesalahan dalam hidupnya). Isa bagaimanapun, adalah sempurna dalam cara
pasif di semua aspek kehidupannya; setiap hari dalam hidupnya. Sekali lagi, jika pembaca disuruh menamakan
seorang yang sempurna dalam hanya satu sifat kebajikan (yakni melakukan sesuatu
kebajikan dengan aktip) hanya sehari dalam hidupnya, anda pasti tidak bisa
mencari orang seperti itu. Mungkin ada beberapa ukuran sifat kebajikan dalam
diri beberapa orang tertentu tetapi tidak akan sampai ke satu tahap kesempurnaan.
Dalam kata lain, tidak ada seorangpun
yang sempurna dalam cara yang aktip walau hanya untuk sehari saja. Al Masih
sebaliknya, adalah sempurna dalam satu cara aktip dalam setiap sifat kebajikannya
sepanjang hidupnya di bumi.
Bila para olahragawan-olahragawati berdiri
di garis pacu untuk bertanding dalam acara Olimpiade seperti perlumbaan lari,
mereka harus diuji dirinya sebelum mendapat tempat. Prestasi yang bisa dicapai diperbandingkan
antara peserta lomba. Perbedaan di
antara peserta lomba mungkin hanya beberapa saat saja untuk sampai di garis.
Apabila kita membandingkan Isa, tidak ada seorangpun yang layak berdiri
di sisinya. Tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya. Tidak ada seorangpun yang sempurna walau dalam
satu bagian untuk melayakkan diri dalam pertandingan tersebut. Ini sungguh menakjubkan. Sebab itulah dia saja yang layak untuk bersama
Allah.
‘Terpujilah bagi dia yang tidak berdosa,
dan bebas dari kesalahan’
[184]
, begitulah bunyi satu ungkapan terkenal.
Ungkapan ini melebihi semua makhluk yang tercipta. Dan
bukan hanya ditujukan kepada Allah, tetapi juga kepada Isa.
Hanya Allah yang sempurna dan tidak berdosa.
Dan begitu juga dengan Isa Firman-Nya.
Jadi Isa adalah kepunyaan Yang Ilahi Sempurna dan bukannya orde tercipta.
SIFAT-SIFAT DASAR AL-MASIH ISA : PENGESAHAN BUKTI-BUKTI
(II)
Firman Kehidupan Kekal Ada
Bersamanya
Kuasanya untuk Menghapus dan
Mengampuni Dosa-dosa
Dia Adalah Pengetahuan Tentang
Hari Kiamat
Ciri-ciri Penghakiman Isa
Dia yang Memusnahkan Si Dajjal
Gambaran-gambaran Isa
Al-Qur’an, atau Kitab Allah
Nama Keagungan Allah
Wajah Kehidupan Yang Akan Datang
Kesimpulan
Firman Kehidupan Kekal Ada Bersamanya
Kerinduan
manusia untuk Kehidupan Kekal itu sama usianya dengan kehidupan manusia itu
sendiri. Namun Adam telah diperdaya
dan mengingkari Allah. Akibatnya,
bersama-sama dengan Adam seluruh umat manusia kehilangan Firdaus. Al-Qur’an
mengatakan:
Lalu Syetan memperdayakannya seraya berkata: “Hai
Adam! Maukah engkau ku tunjukkan pohon Khuldi, dan sebuah Kerajaan yang tidak
akan pernah runtuh?” Lalu keduanya Adam dan Hawa memakan buah pohon itu, maka
terbukalah kemaluannya, lalu keduanya menutupi dengan daun-daun kayu syurga.
Adam tidak mematuhi pesan Tuhannya, karena itu dia tersesat.
[185]
Allah berfirman: “Turunlah kalian dari syurga
itu bersama iblis sekalian, sebagianmu menjadi musuh oleh yang lain. Nantilah sampai datang petunjuk daripada-Ku!
Siapa yang menuruti petunjuk-Ku itu, niscaya dia tidak akan sesat dan sengsara!”
[186]
Tapi jika musuh Allah itu ialah seorang
pendusta, maka Allah adalah benar. Dialah
yang sebenarnya memberi Kehidupan Kekal dan sebuah kerajaan yang tidak akan
pernah runtuh. Al-Qur’an menjanjikan:
Sesungguhnya mereka yang sudah lebih dahulu mendapat
taufik dari Kami, mereka dijauhkan dari neraka itu, bahkan mendengar deru
api neraka sajapun tidak. Mereka berketerusan menikmati kebahagiaan yang dingini
oleh dirinya. Mereka tidak digentarkan
oleh kejutan dahsyat pada hari kiamat, bahkan mereka disambut mesra oleh malaikat
dengan ucapan: “Inilah Hari-bahagiamu yang pernah dijanjikan kepadamu dahulu”.
[187]
Razi memberitahu kita bahwa ketika Isa
memanggil pengikut-pengikutnya, dia berkata kepada mereka:
‘Sekarang kalian menangkap ikan, tapi jika kalian
mengikut aku kalian akan menangkap manusia untuk Kehidupan Kekal.’ Lalu mereka meminta satu mujizat darinya.
Simion telah coba menangkap ikan semalaman tapi tidak dapat seekorpun.
Isa menyuruhnya menabur jalanya sekali lagi, dan sekarang mereka dapat
menangkap begitu banyak ikan sehingga jala mereka hampir koyak. Lalu mereka meminta bantuan dari sebuah perahu
yang berdekatan, dan kedua perahu itu sarat dengan ikan. Lalu merekapun percaya akan dia.
[188]
Pengikut-pengikut itu menginginkan bukti
agar jika mereka mengikuti Isa mereka akan menangkap manusia untuk Kehidupan
Kekal. Isa menyediakan bukti itu –
bukti yang dilihat oleh mata mereka dan disentuh oleh tangan mereka sendiri.
Bukti ini begitu berlimpah-ruah sehingga ia
menegangkan jala mereka dan berlimpah-ruah sampai ke tetangga-tetangga
mereka. Mereka menyadari bahwa mereka mendapatkan hak istimewa bukan saja
ditangkap oleh Isa bagi Kehidupan yang Kekal, tapi juga untuk menangkap orang
lain bagi Kehidupan dengan firman-firmannya.
Isa adalah nelayan yang teragung. Dia mengajar pengikut-pengikutnya, yang kebanyakannya
bekerja sebagai nelayan, bagaimana caranya menangkap manusia untuk Kehidupan
Kekal. Seorang nelayan meninggalkan
daratan untuk turun ke laut dengan satu tujuan utama untuk membawa hasil ikan.
Dan segera setelah dia dapat menangkap ikan, dia akan kembali ke daratan.
Isa datang dari Keabadian untuk membawa kembali manusia ke Keabadian.
Baidawi mengatakan, ‘Dia dipanggil sebagai
roh karena dia pernah membangkitkan tubuh yang mati dan hati yang mati kepada
kehidupan’.
[189]
Dia juga mengatakan Isa dipanggil sebagai Firman
Allah karena ‘dia seperti Kitab Allah’,
[190]
karena dengan kata-katanya agama menjadi hidup, jiwa manusia
menjadi hidup kekal, dan manusia dibersihkan dari dosa-dosanya.
[191]
Dengan Isa tidak akan ada kata-kata ‘jika’,
‘tetapi’ atau ‘mungkin’. Bila seseorang itu sudah tertangkap, dia akan tertangkap
selama-lamanya. Kepastian Kehidupan
Kekal yang diberikan melalui firman-firmannya itu diperkuat dengan pembangkitan
Isa akan orang-orang mati dengan izin Allah.
Jadi Isa bukan saja membangkitkan tubuh
dan hati yang sudah mati kepada kehidupan; dia juga memberi Kehidupan Kekal
kepda jiwa manusia dengan kata-katanya. Ingatlah:
kenyataan Baidawi bahwa jiwa manusia hidup selama-lamanya oleh kata-kata Isa
telah dibuat dalam konteks Isa diperkuat dengan Roh Suci, di mana Razi menyatakan:
Pemberian esklusif Jibril kepada Isa [dalam teks-teks
Al-Qur’an menyatakan Roh Suci, bukan Jibril] ialah satu ciri yang paling
istimewa, agar tidak ada seorang nabi lain dikalangan para nabi yang diperbedakan.
[192]
Jika Allah, dengan memberi Isa kuasa untuk
membangkitkan orang mati, adalah secara sengaja untuk menyatakan bahwa Isa
bukan dari kalangan orde tercipta tapi dari Allah yang Hidup, sampai berapa
besar bukti pemberian-Nya kepada Isa kuasa untuk memberi Kehidupan Kekal kepada
jiwa itu? Sekali lagi kesimpulan itu
tidak bisa dielakkan: Isa benaR-benar sempurna dari Firman Allah yang Ilahi.
Kuasanya untuk Menghapus dan Mengampuni Dosa-dosa
Masalah dosa
[193]
telah melanda manusia sejak zaman Adam lagi, dan akan terus
terjadi demikian sampai pada masa yang ditentukan oleh Allah tiba. Dalam setiap insan ada satu kecenderungan ke arah kejahatan, seperti
yang dinyatakan oleh Al-Qur’an:
‘karena memang nafsu itu selalu merangsang untuk berbuat kejahatan, kecuali
nafsu yang disayangi oleh Tuhanku.’
[194]
Dan Hadis menyatakan: ‘Syetan bercokol di dalam pikiran
manusia seperti aliran darah di dalamnya.’
[195]
Tapi akibat kejahatan itu bukanlah satu
perkara yang ringan:
Sebenarnya barangsiapa yang berbuat dosa, sedang
dosanya itu telah melilit sekujur tubuhnya, merekalah penghuni neraka.
Mereka kekal didalamnya.
[196]
Supaya manusia keluar dari sifat yang
hina di Hari Kiamat, dosanya harus diampuni:
Ya Tuhan kami! Ampuni dosa-dosa kami, dan hapuskan
kesalahan-kesalahan kami, serta wafatkanlah kami dengan nilai amal yang sama
dengan orang-orang berbakti. Wahai Tuhan kami! Berikanlah kepada kami apa
yang Engkau telah janjikan dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat.
[197]
Terdapat banyak bukti-bukti dalam isi
Al-Qur’an bahwa Ibrahim, Musa, Daud dan Muhammad telah berdosa. Ibrahim menyatakan perlunya untuk diampuni
ketika dia berkata tentang Allah:
Yang menciptakan aku, dan Dialah yang menunjuki
aku...Dia yang mematikanku, kemudian Dia pula yang menghidupkanku kembali
di akhirat. Dialah yang sangat kuharapkan
sudi mengampuni kesalahanku pada Hari Perhitungan.
[198]
Musa, di mana Allah memilihnya untuk berbicara
dengannya secara langsung
[199]
, juga menemukan dirinya perlu mendapat pengampunan setelah
dia memukul dan membunuh seorang kebangsaan Mesir:
Musa berdoa: “Ya Tuhanku! Bahwasanya aku telah
berlaku aniaya terhadap diriku sendiri, karena itu ampunilah aku”.
[200]
Begitu juga Daud yang ‘meminta ampun kepada
Tuhannya sambil menyungkur sujud dan bertobat’.
[201]
Maka ketiga-tiganya : Ibrahim, Musa dan Daud,
tau bahwa mereka memerlukan pengampunan dari Allah.
Muhammad juga menemukan dosa-dosanya sebelum
kerasulannya terlalu berat untuk dipikul. Ini yang dinyatakan dalam Al-Qur’an:
Bukankah Kami telah melapangkan dadamu? Dan Kami
telah menurunkan bebanmu yang telah melentikkan punggungmu.
[202]
Beban yang membuat punggung Muhammad melentik
bukan secara fisik, tapi secara spirituil. Kata Wezr yang diterjemah
sebagai beban dalam ayat di atas ialah satu kata istimewa yang membawa maksud
dosa-dosa dalam bahasa Al-Qur’an. Contohnya dalam Surah 16:25 menyatakan: ‘supaya
mereka memikul dosanya (awzar, jamak
bagi wezr) sepenuh-penuhnya pada
hari kiamat (lihat juga Al-Qur’an
6:31, 6:164, 17:15, 20:100, 35:18).
Sedang Al-Qur’an menyatakan dosa-dosa yang lalu dalam hidup Muhammad sebagai
satu fakta, ia juga menyatakan tentang dosa-dosanya ‘yang akan datang’:
Supaya Allah mengampuni dosamu yang telah lalu
dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan memimpinmu
ke jalan yang lurus.
[203]
Ini juga ditegaskan oleh Hadis yang mengatakan
Muhammad biasa ‘meminta ampun dan berpaling kepada Allah dalam pertobatan
lebih dari tujuh puluh kali sehari’
[204]
Bukhari mencatat doa Muhammad seperti berikut:
Ya Allah! Ampunilah kesalahan-kesalahanku dan
kelalaian serta perbuatan-perbuatanku yang melampaui batas kemuliaan; dan
ampunilah apa saja yang Engkau mengetahui lebih daripada aku sendiri. Ya Allah! Ampunilah kesalahan yang aku telah
lakukan samada secara berolok-olok atau serius, dan ampunilah kesilapan-kesilapanku
baik yang disengajakan ataupun tidak, dan segala yang ada pada diriku’
[205]
Sesungguhnya dia terus meminta ampun sampai
hembusan nafasnya yang terakhir.
[206]
Dalam bab terakhir kita menyingkap penyair
Sufi yang menyeru:
Bersihkan aku, Ya Tuhan, dari jiwa yang ternoda
ini,
Agar aku bisa mencapai kesucian abadi untuk diriku,
seperti Isa.
[207]
Ini bukan hanya satu jeritan seorang penyair
tetapi jeritan semua orang-orang yang jujur dan tulus hati dalam setiap generasi.
Berita baiknya ialah: seperti yang Baidawi
nyatakan kepada kita, kata-kata Isa ‘...menyucikan [manusia] dari dosa-dosa’.
[208]
Ini artinya ialah seorang yang bukan saja tidak
berdosa tetapi menyucikan orang lain dari dosa-dosa mereka. Ini sesungguhnya adalah benar bagi kehidupan:
hanya dialah yang bersih bisa dipercayai
untuk melakukan penyucian. Yang tercemar dan yang dicemar tidak bisa melakukannya.
Isa menyediakan manusia untuk Hari Pembalasan.
Dia membersihkan mereka dan mempersembahkan mereka tanpa dosa kepada
Allah. Sama seperti Isa membangkitkan orang mati dengan izin Allah, begitu
juga dia membersihkan mereka dari dosa-dosa mereka dengan izin Allah. Membuat
dosa dan diampuni, kemudian berdosa lagi dan meminta ampun LAGI, dan berdosa
lagi...ialah satu lingkaran Syetan. Tapi
dibersihkan dari dosa-dosa adalah sesuatu yang menakjubkan! Inilah pengalaman spirituil yang termegah.
Mengalami beban rasa bersalah kita dihilangkan dan noda-noda dosa dibasuh
bersih tidak kurang dari satu pengalaman syurgawi di bumi.
Kenyataan Baidawi bahwa kata-kata Isa
membersihkan dosa-dosa, sama seperti kenyataannya bahwa semua jiwa manusia
hidup kekal abadi karena kata-kata Isa, yang juga dibuat dalam konteks Isa
diperkuat dengan Roh Suci (lihat bagian sebelumnya). Maka kuasa membersih kata-kata Isa ialah satu lagi aspek pemberian
Roh kepadanya, yang juga merupakan satu lagi aspek ciri-ciri-cirinya yang
istimewa.
Ibn ‘Arabi, segel bagi pengikut-pengikut
setia Muhammad, berhutang pertobatannya kepada Isa. Coba dengar kata-katanya:
Saya bertemu dengannya [yakni, Ibn ‘Arabi sering
bertemu dengan Isa]; Dia lah yang menyuruh aku dan membantu aku untuk bertobat
[secara harfiah: ke dalam tangan-Mu aku bertobat]. Dia meminta pemberkahan Allah dalam penyetujuanku
supaya aku dapat teguh dalam iman dalam hidup ini dan yang akan datang; dan
dia memanggilku sebagai kekasih, dan memerintahku untuk menyangkal dunia dan
menjadi seorang petapa.
209]
Ungkapan ‘ke dalam tangannya’ membawa
arti bahwa tidak ada seorangpun kecuali Isa yang bertanggungjawab untuk perubahan
hati dan pertobatan Ibn ‘Arabi. Tanpa
bantuan tangan Isa, Ibn ‘Arabi mungkin akan terus tinggal dalam lingkaran
Syetan dan bergumul dengan dosa-dosanya, tidak bisa memulai kehidupan berimannya.
Allah telah memberi Isa Al Masih kuasa
untuk membersihkan manusia daripada dosa-dosa mereka. Tapi kuasa itu hanya kepunyaan Allah sendiri saja. Dan ini adalah satu lagi bukti bahwa Isa Al
Masih adalah Firman Allah yang Ilahi itu.
Dia Adalah Pengetahuan Tentang Hari Kiamat
Merenung
kembali penemuan-penemuan kita di Bagian Pertama, kita juga bisa mengerti
sifat Isa dari aktivitas-aktivitasnya sebelum Hari Kiamat.
1. Dia akan memulihkan dunia ini kepada keadaan
asalnya, yaitu sama seperti sebelum keingkaran Adam. Seperti yang dinyatakan oleh Hadis:
Pohon-pohonn akan berbuah seperti di zaman Nabi
Adam, supaya sekumpulan manusia akan berkumpul di sekeliling syetangkai buah
anggur dan dikenyangkan, atau sekeliling sebiji buah delima dan rasa lapar
mereka akan dipuaskan.
[210]
2. Untuk menghormati kedatangan kembali Isa, mesjid-mesjid
akan miring.
Pergerakan bangunan-bangunan yang demikian
merupakan tindakan yang terdekat kepada manusia bersujud untuk menyembah.
Jika seorang nabi besar seperti Yahya bersujud kepada Isa semasa masih
berada dalam rahim ibunya, apa lagi dengan ‘mesjid-mesjid...yang miring menyambut
lagi kemunculan Isa, karena dia akan datang kembali...dan mereka yang hidup
sampai masa kedatangannya akan percaya kepadanya’.
[212]
Jika Yahya percaya bahwa Isa adalah Firman
Allah dan menunjukkan imannya dengan cara bersujud, begitu juga dengan mereka
yang sempat hidup hingga ke kedatangannya.
Mesjid-mesjid, para nabi dan sekalian manusia akan sujud kepadanya
hanya jika dia adalah Ilahi.
3. Penghakiman Isa adalah satu dengan penghakiman
Allah, karena Hadis mengatakan:
Dan mereka yang menyentuh Isa anak Maryam akan
menjadi antara mereka yang paling tinggi di kalangan manusia. Dan menyentuh
Isa akan dipandang tinggi. Dia akan
mengusap [air mata atau kesedihan] dari wajah manusia [atau, akan mengusap
wajah mereka], dan akan memberitahu mereka derajat mereka di Firdaus.
[213]
Isa akan memberitahu manusia derajat mereka
di Firdaus sebelum Hari Kiamat. Penilaiannya ke atas manusia bukan saja sama
dengan penilaian Allah tetapi adalah yang final/akhir.
Dia mengetahui takdir abadi manusia.
Semua ini bisa mungkin jika dia adalah Firman Allah yang Ilahi itu.
4. Penghapusan Isa terhadap kuasa-kuasa kejahatan
yang diwakili oleh si Dajjal ialah satu tindakan secara langsung Penghakiman
Ilahi. Jilani menulis tentang kemunculan
semula Isa:
Dan Isa Roh itu akan turun dan tombak kemenangan
berada dalam tangannya. Maka dia akan membunuh si Dajjal. Karena Isa ialah Roh Allah yang bertakhta [roh Allah al-Malek] dan bila kebenaran
itu datang, kepalsuan akan lenyap [Al-Qur’an,
17:81] dan pemerintahan yang palsu serta penipuan akan hancur.
[214]
Kata malek yang digunakan untuk
menggambarkan Isa di atas juga didapati dalam pembukaan Al-Qur’an:
Segala puji kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Yang
menguasai (malek) Hari Pembalasan...
[215]
Konteks yang Jilani gunakan untuk kata
malek itu ialah satu penghakiman, dan penghakiman yang dirujukkan
itu ialah yang berkaitan dengan Hari Pembalasan, yaitu yang memiliki pengetahuan
itu ialah Isa. Demikian juga kata
yang digunakan di dalam Al-Qur’an
merujuk kepada Allah yang menguasai Hari Pembalasan, Hari untuk penghakiman.
Dari sini kita bisa memperhatikan bahwa
hak istimewa Ilahi sebagai Penguasa hari penghakiman terakhir itu dipunyai
bukan hanya oleh Allah tetapi juga Isa. Isa ialah Penguasa Hari Kiamat. Sama seperti Allah telah berikan kepadanya
kuasa untuk membangkitkan orang mati, yang merupakan sifat Ilahi, begitu juga
Dia telah memberi kuasa untuk menjadi malek
Saat itu – untuk menghakimi semua manusia. Penghakiman Isa adalah total dan
final. Penghapusannya atas semua yang
palsu dan penipuan adalah sempurna.
Allah adalah malek Hari Kiamat. Kenyataan
Isa akan melaksanakan penghakiman itu, bahwa dia memanifestasikan ciri-ciri
malek, hanya bisa mungkin
jika dia adalah Ilahi. Karena penghakiman untuk semua ialah satu daripada
sifat pribadi Allah yang tidak dibantu oleh manusia.
Kata malek juga bisa ditemukan dalam Al-Qur’an
3:26: ‘Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai semua kekuasaan (malek)...”. Di sini kata itu membawa maksud ‘raja tertinggi’. Jadi gambaran
Jilani mengenai Isa sebagai Roh Allah
al-Malek juga bisa diartikan sebagai Isa adalah Roh Allah yang memerintah
sebagai raja. Dan sesungguhnya, Isa
dalam kemunculan semulanya akan memanifestasikan kerajaan Allah. Melaluinya Allah akan memerintah seluruh dunia.
Sesungguhnya inilah penemuan kita akan gelar Al Masih: Isa ialah Raja
atas semuanya untuk selama-lamanya.
Ungkapan ‘Roh Allah yang malek’ berarti bahwa Isa ialah Penguasa
Hari Penghakiman atau Penguasa (Raja) kerajaan itu atau kedua-duanya, tidak
dapat disangkal lagi bahwa kedua gelar ini adalah gelar-gelar Ilahi. Dan Isa memanifestasikan keduanya. Semua ini hanya mungkin bila Isa adalah Ilahi.
5. Semasa pemerintahan Isa, kematian akan menjadi
tidak aktip dan tanpa kuasa: ‘Tidak seorangpun yang akan mati, dan tidak seorangpun
akan sakit’
[216]
.
Isa bukan saja membangkitkan yang mati
tetapi juga akan menghancurkan kuasa maut. Penguasaannya ke atas maut adalah
total. Tirimizi, ketika menjawab persoalan:
‘Apakah gambaran tentang dia yang layak [segel golongan orang beriman]?’,
memetik Ibn ‘Arabi dari Al-Jawab Al-Mostaqim
sebagai mengatakan:
Dia dicirikan dengan kesetiaan, karena dalam tangannya
adalah kunci-kunci nafas manusia. Dia
[juga] dicirikan dengan penolakan dan pergerakan.
[217]
Tirimizi kemudian memetik komentar lanjutan
Ibn ‘Arabi
[218]
bahwa jawaban itu ialah satu keterangan atas Isa
[219]
.
Ungkapan ‘karena dalam tangannya adalah
kunci-kunci nafas manusia’ ialah satu penterjemahan secara langsung yang bermaksud
bahwa Isa berkuasa atas jiwa-jiwa manusia. Ini dapat dibandingkan dengan satu lagi ungkapan yang dinyatakan
dalam Hadis, ‘Oleh dia yang memegang nafas [jiwa] aku’:
Oleh dia yang memegang jiwaku dalam tangannya,
Isa anak Maryam akan turun di antara kamu seorang hakim yang saleh dan seorang pemimpin [imam] yang adil.
[220]
Di sini Dia yang memegang jiwa-jiwa manusia
dalam tangan-Nya ialah Allah. Tapi Ibn ‘Arabi juga mengatakan Isa bahwa ‘dalam
tangannya ialah kunci-kunci nafas [jiwa] manusia’. Sifat sebagai menguasai
jiwa-jiwa manusia, yang dipunyai Allah, juga adalah kepunyaan Isa hanya bila
dia adalah Ilahi.
Ciri-ciri Penghakiman Isa
Hadis yang mengatakan tentang Isa datang untuk menghakimi dan memerintah
seluruh bumi adalah banyak dan terkenal, seperti contoh-contoh di atas. Persoalan yang perlu kita jawab ialah: Bagaimana
seorang manusia biasa menghakimi seluruh dunia – dan bukan hanya menghakimi
antara bangsa-bangsa tetapi di kalangan bangsa-bangsa, bahkan antara individu-individu? Bagaimana seorang manusia biasa menghakimi
milyaran di muka bumi ini? Dan bagaimana keputusan penghakiman seorang manusia
bisa menjadi begitu sempurna sehingga dia bisa mendirikan satu dunia yang
sempurna? Adakah ini pekerjaan suatu
makhluk tercipta?
Mari kita lihat beberapa ciri-ciri penghakiman
Isa.
Pertama,
penghakimannya adalah penghakiman untuk
semua. Untuk menghakimi semua ialah satu ciri istimewa hanya dipunyai
oleh Allah.
Kedua, ia adalah penghakiman untuk setiap
individu, setiap kelompok sosial, politikal dan agama, serta setiap suku bangsa.
Tambahan pula, ia adalah yang spontan, tanpa membuat pertimbangan yang panjang,
tanpa melalui semua dokumen-dokumen sejarah, dan tanpa saksi mata.
Dan ia mempunyai keputusan yang sempurna.
Semua ini memerlukan tidak kurang dari pengetahuan
Allah.
Ketiga, dalam setiap penghakiman, bagaimanapun
adil hakim tersebut, ia selalu ada rasa dendam, rasa sakit hati, serta bujukan
demi bujukan. Tapi penghakiman Isa Al Masih adalah final. Penghakiman akan diterima dan tidak akan ada
‘kebencian atau rasa dendam’
[221]
Bagaimana dia melakukannya? Adakah dengan kuasa yang ringan saja? Bagaimana kedua pihak senang dengan keputusan
penghakimannya? Siapakah dia di mana setiap manusia sanggup menyerah kepada
penghakimannya?
Isa melakukan ini dengan maju ke arah
akar permasalahan kebencian dan menghapuskan akar permasalahan tersebut. Maka semua kesan sampingan akan hilang. Masalah kebencian dan dendam yang timbul sejak
zaman Adam, ketika Adam mengingkari Allah dan menurut nasihat Syetan.
Karena bila hubungan vertikal dengan Allah terputus, hubungan horisontal
dengan sesama manusia juga terputus secara otomatis.
Tapi bila Isa datang dan kata-katanya membersihkan manusia dari dosa-dosa,
hubungan mereka dengan Allah akan dipulihkan dan pada akhirnya kebencian dan
dendam dihapuskan.
Ketika Isa diberi satu-satunya hak istimewa
Allah untuk menjadi Hakim bagi semua manusia; ketika Isa menyelesaikan masalah-masalah
sejarah suku-suku bangsa yang berakar dalam dan membawa keputusan-keputusan
agung satu ciptan baru; ketika Isa memerintah satu dunia di mana Syetan tidak
lagi mempunyai tempat di dalamnya – hanya ada satu kesimpulan yang boleh dibuat.
Isa Al Masih adalah Firman Allah yang Abadi.
Dia yang Memusnahkan Si Dajjal
Seperti
yang sudah kita lihat di Bagian Pertama, si Dajjal akan datang ke dunia dan
mengaku dirinya sebagai Allah yang Maha Tinggi bahkan (dengan izin Allah)
memanifestasikan beberapa kuasa kemahakuasaan Allah.
[222]
Dalam cara ini Al Masih palsu akan menipu manusia.
Manusia akan merasa kagum dan seluruh dunia akan mengikut dia, tapi
orang-orang yang beriman akan merasa kebinggungan.
Apakah dia Allah Yang Maha Tinggi?
Apakah kita harus menyembahnya? Dr.
Qaradawi mengatakan:
Si Dajjal akan memenuhi dunia ini dengan ketidak-adilan
dan penindasan, sehingga tidak seorangpun dapat lari daripada hasutannya kecuali
mereka yang Allah kasihani. Sehingga
akhirnya rahmat Allah mencapai mereka, dan Isa turun ke bumi; dan dengan tangan-Nya
menghancurkan si Dajjal, keselamatan bagi manusia dari kesengasaraan dan penindasan
akan dipenuhi.
[223]
Siapa yang bisa bertahan menentang orang yang memanifestasikan beberapa
kuasa kemahakuasaan Allah itu? Hanya
dia yang memanifestasikan semua
kuasa kemahakuasaan Allah, dengan izin Allah.
Hanya seorang saja yang Allah percayakan
dengan segala kuasa-kuasa kemahakuasaan-Nya:
Isa Firman Allah. Maka dari itu dia
saja yang layak menghancurkan kekeliruan dan penipuan.
Untuk menjadi penyelamat bagi semua orang sama seperti menjadi hakim
bagi sekalian manusia. Kehormatan seperti ini hanya ada pada Allah
melalui Isa Firman Ilahi-Nya.
Dalam terang pengertian bahwa Isa Al Masih
itu ialah orang yang Ilahi, Kekal dan Bukan Tercipta, barulah kita bisa melihat
mengapa Hadis berkata tentang Al Masih palsu berpura-pura mengaku sebagai
Tuhan dan mengaku dirinya Ilahi. Ini
adalah karena Al Masih yang benar ialah Ilahi sebab itulah si Dajjal mengaku
dia juga Ilahi.
Kebijaksanaan Allah dalam membenarkan
si Dajjal untuk memanifestasikan beberapa kuasa kemahakuasaan, dan lantas
mengutus Isa untuk memusnahkannya, ialah untuk mendirikan secara tegas keabadian,
sifat dasar Ilahi Isa; bahwa dia adalah Tidak Dicipta, tapi Firman Allah yang
Mencipta.
Gambaran-gambaran Isa
Isa adalah satu-satunya orang yang mempunyai identias yang terangkat secara
misterius, sehingga para mufasir dipaksa menggunakan segala ungkapan-ungkapan
yang tinggi dan unik untuk menggambarkannya.
Mereka katakan dia seperti Al-Qur’an,
[224]
atau seperti Kitab Allah,
[225]
atau seperti Nama Agung Allah.
[226]
Satu koleksi gambaran yang begitu hebat!
Al-Qur’an, atau Kitab Allah
Kita
telah mengkaji kesamaan Isa dengan Al-Qur’an
dalam Bab 2, di mana kita melihat tentang ulama-ulama Muslim percaya bahwa
Al-Qur’an itu:
Sesuatu yang dilafazkan dengan lidah, ditulis
dalam Masahif, diingati dalam hati, namun adalah sesuatu yang Kekal, yang
wujud dalam Allah Sendiri, tidak bisa dipisahkan atau terpisah dari Allah
dengan cara memindahkannya ke dalam hati atau menulisnya di atas kertas.
[227]
Razi sendiri percaya bahwa ‘Firman Allah
itu...adalah suatu sifat yang cukup lama hadir dalam intisari Allah’,
[228]
tapi dia menyangkal bahwa Isa adalah Firman Allah. Mengapa? ‘Karena,’ katanya,
‘adalah mustahil bagi Isa untuk menjadi sebagai Firman dari Allah!’
[229]
(Penitikberatan ditambahkan)
Tapi apakah kriteria untuk menentukan
Kebenaran itu? Apakah dogma yang mengawali
pengertian kita, atau bukti itu adalah suatu fakta yang kokoh dan utuh?
Firman Allah adalah satu fakta bahwa Isa
‘biasa membangkitkan tubuh dan hati yang mati kepada kehidupan’ dan dengan
demikian ‘dia dipanggil sebagai Roh’.
[230]
Ini satu fakta bahwa dengan kata-katanya ‘agama hidup, jiwa
manusia hidup secara kekal, dan membersihkan [manusia] dari dosa-dosa’,
[231]
dan dengan itu ‘Dia adalah seperti Kitab Allah’ dan dipanggil
sebagai Firman Allah.
[232]
Razi sendiri setuju bahwa Isa dipanggil
sebagai Roh Allah ‘karena melaluinya Allah membawa manusia kepada kehidupan
dan keluar dari penipuan, sama seperti manusia hidup oleh karena roh itu’.
[233]
Pendapat bahwa roh itu yang menyebabkan kehidupan
bagi seseorang insan bukanlah satu metafor tetapi satu fakta. Dia juga mengatakan
Isa adalah pemberi kehidupan kepada manusia dalam
agama mereka, dan sesiapa yang seperti itu dipanggil sebagai roh. Karena sesungguhnya Allah menyatakan dalam
Al-Qur’an, ‘dan terjadinya dengan Kalimat
Cipta yang disampaikan dengan perantaraan Roh sesuai dengan perintah-Nya’[Al-Qur’an,
42:52]
[234]
Sama seperti manusia tanpa roh adalah
mati, begitu juga dengan agama tanpa Isa adalah mati. Seperti manusia tanpa roh adalah mati, begitu juga manusia tanpa
Isa mati dalam tipu muslihat Syetan dan tidak bisa mendapat Kehidupan Kekal.
Isa membuktikan dia bisa membangkitkan hati-hati yang mati dan justru memberi
Kehidupan Kekal kepada mereka dengan membangkitkan yang mati. Apakah orang yang datang dengan bukti-bukti
yang begitu jelas seperti seorang yang tidak mempunyai bukti langsung?
Sayangnya, dengan menggunakan banyak gambaran-gambaran
agung dan megah mengenai Isa, para mufasir telah mencoba mengelak daripada
mengakui bahwa Dia ialah Firman Allah, sama seperti yang disetujui oleh Al-Qur’an
sendiri. Mereka menggatakan dia seperti itu dan ini, dan yang lainnya daripada
menyatakan langsung dia ialah Firman
Allah.
Tidak ada orang dalam sejarah manusia
yang telah disamakan sengan ‘Kitab Allah’ atau ‘Al-Qur’an’. Persamaan antara
roh Isa dengan Kitab Allah ialah suatu yang tidak bisa disangkal lagi, bukan
saja dalam terminologi tapi juga dalam bukti-bukti yang berkesan dan jelas, kecuali satu perkara: kita tidak pernah
mendengar Kitab Allah itu membangkitkan orang mati.
Maulvi Muhammad Ali, dalam catatan kakinya
untuk ayat Al-Qur’an, 6:156 menjelaskan
makna perkataaan ‘mubarak’(diberkati)
sebagai satu gambaran tentang Al-Qur’an,
mengatakan:
Perlu menjadi perhatian bahwa ketika Al-Qur’an disebut bersama-sama dengan wahyu-wahyu
yang lain, kata mubarak itu ditambahkan
sebagai menunjukkan satu pemberkatan yang kekal seterusnya tentang yang dimiliki
oleh benda itu.
[235]
Namun menurut Al-Qur’an itu sendiri.
[236]
kata itu juga digunakan untuk menggambarkan Isa. Ada banyak
benda yang sama-sama gambarannya dengan Al-Qur’an, tapi hanya ada satu
manusia, yaitu Isa Al Masih. Al-Qur’an menyatakan bahwa ‘kalimat Allah
adalah yang tertinggi,’
[237]
begitu juga Isa Firman Allah itu, bukan satu tokoh percakapan
tapi dalam kenyataan. Dia ada bersama
Allah.
Jika Al-Qur’an dipanggil mubarak,
begitulah juga Isa.
Jika kalimat Allah adalah yang tertinggi,
begitulah juga dengan Isa.
Jika Firman Allah menyebabkan manusia
mendapat Kehidupan Kekal, begitu juga Isa.
Dan kita bertanya: Bagaimana sesuatu yang bersifat sementara bisa memberi
sesuatu yang kekal? Akhirulkalam,
jika Firman Allah itu kekal, begitu juga Isa Al Masih.
Nama Keagungan Allah
Isa
juga disamakan dengan Nama Keagungan Allah.
Dalam mencoba menerangkan identias Roh Suci dalam ungkapan Al-Qur’an “Kami perkuatkan dia dengan Roh
Suci”, para mufasir mengatakan Roh Suci ialah Nama Keagungan Allah. Baidawi contohnya, mengulas :
‘Dengan Roh Suci’ diartikan Jibril, atau roh Isa...atau
Nama Keagungan di mana Isa sebagai yang membangkitkan orang mati.
[238]
Mengapa mereka memilih Nama Keagungan
Allah sebagai arti kepada Roh Suci? Karena
Nama Keagungan Allah mempunyai kuasa yang melekat untuk membangkitkan orang
mati. Dan Isa juga telah memanifestasikan
kekuasaan itu.
Jika para mufasir telah menyatakan bahwa
‘diperkuat dengan Roh Suci’ itu berarti roh Isa dan berhenti di sana, kita
akan mengerti bahwa kuasa membangkitkan orang mati itu kepunyaan pribadi Isa,
dan dia adalah sumbernya. Jadi untuk
menerangkan bagaimana Isa bisa membangkitkan orang mati jika kuasa itu bukan
melekat dalam rohnya, mereka mengatakan bahwa Isa mempunyai jalan ke Nama
Keagungan Allah (yang sebenarnya lebih mulia dan tinggi lagi daripada jika
Isa mempunyai kuasa itu melekat pada dirinya).
Kita bisa merasakan dilema yang dialami
oleh para mufasir mengenai sumber kuasa Isa.
Razi mengatakan:
Adakah mungkin untuk mengatakan bahwa Allah memberi
kepada roh Isa satu ciri istimewa, supaya setiap kali Isa menghembus kepada
sesuatu, nafas itu akan pasti menyebabkan kehidupan kepada benda itu? Atau untuk mengatakan bukan begitu, tetapi
bahwa Allah yang Maha Tinggi itulah yang menciptakan kehidupan di dalam tubuh
yang ditiup oleh Isa...sebagai satu cara untuk melakukan mujizat? Pendapat yang kedua adalah benar atas kata-kata
Allah (Dia mencipta kematian dan kehidupan).
[239]
Kita setuju dengan Razi seratus peratus.
Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi itulah yang mencipta kehidupan
di dalam benda-benda yang Isa tiupkan. Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha
Tinggi itulah yang membangkitkan orang mati atas perintah Isa kepada orang
mati itu.
Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi
itulah yang membersihkan manusia dari dosa-dosa mereka atas ucapan kata-kata Isa kepada mereka. Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi itulah
yang memberi Kehidupan Kekal kepada manusia atas janji Isa kepada mereka.
Dalam pribadi Isa, Allah yang Maha Tinggi itulah yang dimanifestasikan dan
dinyatakan kepada umat manusia. Sebab itu tidak heran bahwa Isa disamakan
dengan Nama Keagungan Allah, karena Nama Allah menyatakan Allah kepada umat
manusia.
Sekali lagi, perhatikan bagaimana fakta
ini datang bersama dengan hasil kajian kita lainnya. Kepercayaan bahwa Isa diperkuat dengan Nama Keagungan Allah disebut
dalam konteks dia diperkuat dengan Roh Suci. Razi memberitahu kita bahwa ‘pemberian esklusif’ Roh Suci kepada
Isa merupakan ‘ciri yang paling istimewa’. Penguatan itu adalah berkesinambungan,
karena Roh Suci berjalan dengan Isa ke mana saja dia pergi
[240]
dan tidak meninggalkannya walaupun untuk sejam.
[241]
Karena itulah kita bisa mengerti bahwa Isa
tidak saja mempunyai satu jalan mencapai Nama Keagungan Allah secara periodik,
tetapi secara berkesinambungan sepanjang hidupnya.
Sekarang, bagaimanakah Nama Keagungan
Allah (yaitu yang tidak dicipta dan seperti Al-Qur’an)
merupakan abdi dari kehendak Isa, jika Isa hanyalah satu makhluk biasa? Jika Isa bukan Ilahi tetapi tercipta, bagaimana
dia, satu makhluk biasa, dapat ‘menggunakan’ Nama Keagungan Allah yang tidak
tercipta itu? Kemampuan Isa untuk menggunakan Nama Keagungan Allah itu mengandung
arti satu kebebasan kehendak untuk menggunakan kuasa Keagungan yang terbesar
itu.
Hanya yang tidak tercipta saja yang bisa
menggunakan atau mengendalikan yang tercipta, bukan sebaliknya. Jadi pemakaian
kuasa Nama Keagungan Allah oleh Isa itu hanya bisa mungkin jika dia berada
satu tingkat yang sama dengan Nama itu, yakni yang tidak tercipta.
Kita harus bertanya: Siapakah dia yang
Allah percayai dengan kuasa yang paling berkuasa di dalam seluruh alam ini?
Al-Qur’an menyatakan tentang ‘manusia yang tidak signifikan’ – bila
dipercayakan dengan satu derajat kuasa yang begitu terbatas, dia menyalah-gunakannya
dan justru menjadi musuh Allah.
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami
telah menciptakannya dari setetes air mani, tetapi kemudian menjadi musuh
Kami seterang-terangnya?
[242]
Tapi ini tidak benar bagi Isa. Kuasa yang paling berkuasa dalam seluruh alam
bukanlah satu yang dia upayakan dengan kerja keras untuk mendapatkannya. Tidak.
Kuasa miliknya secara alami dari keabadian, seperti Qashani mengatakan ketika
mengulas makna ‘dengan izin Allah’.
[243]
Kemampuan Isa menggunakan Nama Keagungan Allah hanya bisa
menjadi satu yang mungkin jika Isa Al Masih adalah Ilahi.
Wajah Kehidupan Yang Akan Datang
Dalam
memperbincangkan tentang pengetahuan akan Allah, Ghazali mengatakan, ‘Tidak
ada seorangpun yang bisa mengerti akan seorang raja kecuali seorang raja’.
[244]
Memang Ghazali mengatakan kita semua adalah raja-raja miniatur,
[245]
dan sebab itu kita mempunyai hak untuk mengetahui Allah.
Tapi bolehkah seorang raja benar-benar
mengenali Raja segala raja? Ini adalah seperti seorang raja yang primitif
yang berkuasa atas masyarakat yang makan daging manusia, yang tidak mungkin
akan mengerti raja-raja moden yang penuh kebesaran dan beradab.
Kita semua berada dalam derajat spirituil
rasa bersalah yang berlainan makan daging manusia; seperti yang dinyatakan
oleh Al-Qur’an:
Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan
prasangka buruk. Sesungguhnya kebanyakan
prasangka buruk itu, adalah dosa. Janganlah mencari-cari
kesalahan orang, dan janganlah bergunjing antara sesamamu.Adakah sesorang
di antaramu yang mau makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu hal itu
menjijikkan kepadamu.
[246]
Hal ini dan banyak lagi bentuk dosa yang
lain mencemarkan jiwa kita dan menghitamkan ciptaan baik Allah, membuat kita
menjadi tahanan penjara nafsu dan kebiasaan. Sesungguhnya kita adalah debu;
dan apa kaitannya debu dengan Raja segala raja?
Namun ketika kita semua hidup dalam kerendahan
bumi yang membusuk, ada seorang yang tinggal sepanjang hidupnya di ‘Kemahaan
Keluhuran Ilahi’
[247]
, walaupun dia berada dalam bentuk manusia.
Inilah raja yang mengetahui Allah Raja itu. Dalam dua perkara dia seorang
saja yang layak untuk menyatakan Raja itu dan membela atau menjadi penengah
di antara manusia dengan raja itu.
Pertama, tidak ada orang yang bisa membela
di depan Raja itu kecuali dia yang kenal akan Dia seperti yang Dia harus dikenali.
Dan tidak ada seorangpun yang kenal Raja itu kecuali seorang raja, yakni yang
datang dari Raja dan tinggal bersama Raja itu.
Kedua, tidak ada orang yang bisa membela
karena manusia tidak tahu kodrat dan sanubari seorang manusia. Tidak ada seorang pun yang seperti Isa mematuhi
Allah dan melawan untuk Allah serta sengsara bagi Allah. Pengetahuannya tentang
kesengsaraan manusia serta sifat hambanya
yang sempurna, melayakkannya untuk menjadi wakil umat manusia, sama seperti
pengetahuannya tentang Allah melayakkannya untuk menjadi wakil Ilahi.
Mereka yang melanggar peraturan Raja itu
tidak boleh membela orang lain. Hanya
dia yang telah memelihara dan mematuhi semua peraturan yang bisa mempunyai
jalan untuk ke hadirat Raja. Dan sesungguhnya,
seperti yang telah kita lihat, inilah tempat di mana Isa kini berada – yakni
di dalam hadirat Allah untuk membela, berdoa syafat dan menengahi bagi pihak
umat sejati-Nya.
Al-Qur’an
menggambarkan Isa sebagai ‘...orang terhormat di dunia dan di akhirat, dan
termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah’.
[248]
Komentar Baidawi bahwa ‘keunggulan di kehidupan ini adalah
nubuat, dan di kehidupan akan datang ialah doa syafat’
[249]
yang diulas lebih lanjut oleh Razi:
Isa dibedakan (wajih) dalam kehidupan dunia ini, karena permohonannya dikabulkan.
Dia bisa menghidupkan orang yang mati dan menyembuhkan yang buta dan
kusta dengan doa-doanya. Dia besar atau megah (wajih) di kehidupan akhirat karena Allah membuatnya bisa membela dan
menyelamatkan umatnya yang benar dan Allah menerima segala doa syafatnya bagi mereka
[250]
.
Jika Isa bukannya Ilahi dia pasti tidak
dapat membela/berdoa syafat, karena tidak ada orang yang bisa berdoa syafat
kecuali dia yang seorang raja dari Allah.
Sesungguhnya, itulah yang dimaksudkan dengan gelar ‘Al Masih’. Mufasir Qasemi mengatakan:
Maksud asal gelar itu [‘Al Masih’] ialah seperti
berikut: menurut hukum mereka yang dinyatakan, siapa saja Imam [pemimpin agama]
mengurapi dengan urapan suci, akan menjadi suci, layak untuk kerajaan itu
dan pengetahuan dan derajat orang saleh yang tinggi, dan diberkati.
Maka Allah Yang Maha Tinggi telah nyatakan, dengan gelar itu, bahwa
Isa adalah berada dalam keadaan yang senantiasa diberkati akibat dari pengurapan
tersebut, walaupun dia tidak diurapi secara fisik.
[251]
Isa sememangnya diurapi Allah, bukan oleh
manusia. Dia ialah raja atas segala
kerajaan Allah. Dia adalah satu-satunya
orang yang layak untuk menjadi pendoa syafat (perantara) di depan Allah bagi
pihak umat manusia, dan sebab itulah dia adalah orang yang memastikan kehidupan
datang kepada manusia.
Kesimpulan
Jalan
Allah adalah jelas, lurus dan konsisten.
Tujuan Allah tidak bergantung pada terkaan tipis dan halus. Bila Allah
membuat satu hal, Dia membuat satu yang kuat yang tidak bisa digerakkan, karena
takdir keabadian manusia bergantung kepadanya.
Jika Isa hanyalah seorang manusia biasa
seperti Musa dan Ibrahim dan Ishak, mengapa Allah memberkahi dia dengan segala
kualitas Ilahi? Jika dia hanyalah
satu makhluk, mengapa Allah tidak membiarkan saja dia dilahirkan secara alami
dengan persetubuhan antara pria dan wanita?
Dan mengapa Allah tidak membenarkan dia berdosa dan bertobat dan meminta ampun sepanjang hayatnya seperti nabi-nabi
yang lain? Atau memberinya kuasa untuk
menyembuh sebagian orang tapi tidak dengan kuasa untuk membangkitkan orang
mati atau kuasa untuk mencipta? Mengapa Allah tidak membiarkan dia wafat seperti kita semua agar
jasadnya kekal di dalam kubur? Mengapa
Allah tidak melakukan sedemikian rupa? Jika
Dia melakukan demikian, tidak ada orang yang berani menganggap Isa lebih penting
dari yang biasa, apalagi ilahi.
Bila Allah mencipta Adam, Al-Qur’an memberitahu kepada kita Dia berfirman
kepada para malaikat:
Setelah Aku sempurnakan bentuknya dan Aku tiupkan
roh ciptaa-Ku kedalamnya, hendaklah kalian tunduk, bersujud kepadanya.
Maka bersujudlah malaikat itu semuanya kecuali Iblis, ia enggan sujud
bersama-sama dengan mereka.
[252]
Jika seseorang yang dihembus ke dalamnya
Roh Allah (yang bukan satu makhluk ciptaan) menyebabkan kehidupan manusia
hadir di dalam Adam, apa lagi dengan penguatan secara berterusan Roh Suci
yang menyebabkan Kehidupan Allah hadir di dalam manusia Isa?
Kehidupan manusia disebabkan oleh satu
nafas dalam Adam sampai ke hari akhir, agar Adam kembali kepada tanah. Tapi Kehidupan Ilahi yang disebabkan oleh penguatan
secara langsung Roh Suci dalam Isa tidak ada habisnya, dan Isa kembali kepada
Allah. Nafas yang diberikan kepada
Adam telah menyebabkan kehidupan manusia berlanjut sampai ke zaman kita dalam
keturunan Adam, walaupun setiap generasi berakhir dengan kembali kepada tanah.
Tetapi penguatan yang kesinambungan dengan Roh Suci kepada Isa berlanjut
sampai ke zaman kita dalam keturunan spirituil Isa, dan akan terus sepanjang
keabadian untuk setiap orang yang menyerahkan hidupnya kepada Allah melalui
Isa Al Masih.
Isa adalah Firman Allah, Kuasa Allah dan
Penghakiman Allah. Selama lebih dari 2000 tahun (sejak kedatangannya yang
pertama) dia sudah berada bersama Allah, di atas semua malaikat dan manusia,
menikmati wajah Allah dan dikasihi oleh Allah.
Kini masanya untuk kembali sudah dekat. Mampukah setiap orang untuk
tidak menghiraukannya? Apakah anda mampu tidak menghiraukan orang yang akan
datang menghakimi seluruh umat manusia, seperti yang seringkali dinyatakan
oleh Hadis? Apakah anda mampu untuk
tidak menghiraukan orang yang memegang di dalam tangannya kunci-kunci bagi
setiap jiwa manusia?
Pada suatu hari ada seorang yang membeli
ikan di pasar yang terletak di tepi pantai yang nampak satu jenis yang dia
sukai. Untuk memastikan kesegaran
ikan itu, dia membelah perut ikan itu untuk melihat kesegarannya. Ada orang di sekitar tempat itu tersenyum sementara
yang lainnya mentertawakannya. Baru dia sadari ikan itu meronta-ronta dalam
tangannya karena ikan itu masih hidup.
Semua upayanya adalah sia-sia belaka.
Gerakan ikan itu merupakan bukti yang kuat bahwa ikan itu lebih baik
daripada ikan lainnya yang sudah mati di seluruh pasar itu. Dengan seekor
ikan yang masih hidup anda tidak perlu menjadi seorang pakar untuk memberitahu
apakah ikan itu segar atau tidak; anda bisa membuat pilihan walau dengan mata
yang tertutup.
Isa Al Masih bukan saja hidup tetapi juga
memiliki kualitas Kehidupan yang membuatnya bisa berada bersama Allah yang
Maha Kuasa. Anda tidak perlu menjadi
seorang pakar dalam teologi atau perbandingan agama untuk membuat keputusan
hidup anda mengenai dia. Anda tidak perlu mempunyai pelajaran yang tinggi
atau cerdik-pandai untuk mengikut Isa Al Masih.
Allah telah membuat segalanya mungkin bagi umat manusia, dari yang
terkecil sampai yang terbesar, untuk memilih kehidupan.
Jika kemampuan untuk mencari kebenaran
itu hanya terbatas bagi yang terpelajar, mereka yang tidak berpelajaran akan
mempunyai alasan, dan Allah akan dikenali sebagai Allah orang-orang ‘terpelajar’
saja. Tapi Allah membuatnya mungkin
bagi semua orang untuk memilih kehidupan.
Bukti Allah mengenai keilahian Isa Firman-Nya
itu begitu jelas. Allah telah menekankan keilahian Isa dalam semua cara yang
mungkin: Pertama, dengan gelar-gelar yang Dia berikan kepada Isa. Kedua, dengan
perbuatan-perbuatan Isa. Ketiga, dengan
sifat-sifat Isa. Keempat, dengan keadaan
dan kedudukan Isa. Satu titik dalam Geometri dibuat bila dua garis bersilang. Satu titik dalam satu pertikaian dibuat bila
alasan utama dibuktikan berkali-kali
dengan cara yang berlainan. Begitu
juga Allah telah menegaskan keilahian Isa Firman-Nya itu dalam banyak cara
yang berlainan seperti yang ditunjukkan dalam diagram di bawah. Sepuluh garisan di bawah bersilangan pada satu
titik. Allah Yang Maha Kuasa itu telah
berulang-kali membuat satu alasan/titik mengenai sifat dasar Isa Firman-Nya.
Titik itu ialah: Isa Al Masih datang dari Allah, Isa Al Masih adalah
Ilahi.
Allah
yang Maha Tinggi sendiri memberi putusan-Nya dan membangkitkan Isa untuk bersama
ke sisi-Nya. Logika Allah itu berkuasa
dan berterus-terang. Allah dalam mengangkat
Isa untuk bersama dengan-Nya, telah mengangkatnya ke tempat terhormat, layak
disembah seperti Allah Sendiri.
Setiap kali seseorang membungkukkan lututnya untuk menyembah Allah,
dia juga sebenarnya membungkukkan lututnya kepada Isa Firman Allah itu.
Tindakan-tindakan Tuhan adalah final, agar tidak ada seorangpun memandang
ringan tindakan terakhir-Nya (yaitu kemunculan Isa Al Masih).
Kepada mereka yang enggan mengakui Isa sebagai Firman Allah yang Abadi, akan juga membungkukkan lutut mereka pada Isa di masa kemunculannya nanti. Inilah realiti.Tidak ada seorangpun yang dapat berdebat dengan Allah. Apakah putusan anda sama dengan putusan-Allah? Isa Al Masih adalah hidup bersama Allah – pilihlah dia sekarang juga untuk memperolehi jaminan anda bagi Kehidupan yang Kekal Jannatulnaim.
_____________________________________________
[117]
Al-Qur’an, 15:29.
[118]
Al-Qur’an, 21:91 dan 66:12.
[119]
Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal. 172.
[120]
Al-Qur’an, 3:49 dan 5:110.
[121]
Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal. 178.
[122]
Ibid.
[123]
Suyuti, mengulas ayat Al-Quran,
3:39, berkata: ‘seorang pemanggil dari Syurga berkata bahwa Yahya adalah
di antara mereka yang terbesar yang dilahirkan oleh wanita’
[124]
Al-Qur’an, 3:39.
[125]
Jalalyn, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:39.
[126]
Razi, al-Tafsit Al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an, 3:39.
[127]
Ibn Kathir, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39. Lihat juga ulasan Tabari atas ayat yang sama.
[128]
Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an, 19:7.
[129]
Al-Qur’an, 22:73
[130]
Al-Qur’an, 3:49 dan 5:110
[131]
Al-Qur’an, 20:17-20.
[132]
Al-Qur’an, 27:10.
[133]
Al-Qur’an, 7:117.
[134]
Al-Qur’an, 2:60.
[135]
Al-Qur’an, 26:63.
[136]
Al-Qur’an, 3:39.
[137]
Ibn ‘Araby, Al-Fotuhat Al-Makkiah,
2:51, 52.
[138]
Ibid.
[139]
Al-Qur’an, 2:260.
[140]
Ungkapan ini hadir dua kali dalam Al-Qur’an,
3:49 dan empat kali dalam Al-Qur’an,
5:110.
[141]
Untuk rujukan, sila lihat ayat-ayat berikut dalam Al-Qur’an, 14:43; 35:32; 58:10; 2:213; 3:14 dan 166; 7:58.
[142]
Al-Qur’an, 35:32.
[143]
Al-Qur’an, 2:249.
[144]
Al-Qur’an, 59:5.
[145]
Al-Qur’an, 14:25.
[146]
Qashani, ulasan atas Fusus al-Hikam,
hal. 175.
[147]
Al-Qur’an, 3:48. Lihat juga 5:110.
[148]
Qashani, ulasan atas Fusus al-Hikam,
hal. 173.
[149]
Al-Qur’an, 36:78, 79.
[150]
Abd Al-Karim Al-Jilani, al-Insan al-Kamel (The Perfect Man), Jilid 2,
hal. 8. Al-Matba’ah Al-Azhareiah, Cairo, 1328H.
[151]
Qashani, mengulas Fusus al-Hikam, hal. 181.
[152]
Ibid.
[153]
Abd Al-Karim Al-Jilani, al-Insan al-Kamel (The Perfect Man), Jilid 2,
hal. 9. Al-Matba’ah Al-Azhareiah, Cairo, 1328H.
[154]
Al-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awliya,
Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial Catholoque, Beirut, hal. 457-458.
Dipetik dari Nawader Al-Osul, hal. 157-158.
[155]
Al-Qur’an, 3:55.
[156]
Al-Qur’an, 35:19-22.
[157]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid IV, Hadis no. 457. Lihat juga Jilid IX, Hadis no. 477.
[158]
Al-Qur’an, 7:143.
[159]
‘Abd ‘Al-‘Aziz ‘Ezedin Assirawan, Al-Mo’gam
al-Game’ la-Garib Mofradat al-Qur’an al-Karim, Edisi Pertama, Dar Al-‘Elm
Lelmalayeen, Lebanon, 1986, hal. 240.
[160]
Al-Qur’an, 4:171.
[161]
Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, ulasan
atas ayat Al-Qur’an, 4:158.
[162]
Ibrahim Al-Qatan, mengutip Dr. Mustafa Mahmoud, Taysir Al-Tafsir, Jilid 3, hal.
6.
[163]
Ghazali, The Alchemy of Happiness,
John Murry, London, 1910, hal. 41.
[164]
Sahih Bukhary, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid 8, Hadis no. 408.
[165]
Iibid., Jilid 6, Hadis no. 236.
[166]
Ayoub, Mahmoud M, ‘Towards an Islamic Christology II’, Yhe Muslim World, Jilid LXX, No.2, April
1980, hal. 93.
[167]
Al-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awiliya,
Suntingan Othman I. Yahya, Imperial Catolique, Beirut, hal. 457-458.
Dipetik oleh Nawader Al-Osul, hal.
157-158.
[168]
Ibrahim Al-Qatan, Taysir Al-Tafsir,
Jilid 3, memetik Dr. Mustafa Mahmoud, hal. reh dari huruf Arab.
[169]
Abd Al-Karim Al-Jilani, The Perfect
Man, Jilid 2, hal. 37.
[170]
Abd Al-Karim Al-Jilani, al-Insan
al-Kamel (The Perfect Man), Jilid 2,
hal. 8.
[171]
Al-Qur’an, 19:31.
[172]
‘Abd Al-Tafahum, The Muslim World,
Jilid XLVI, No.2, April 1956, hal. 133.
[173]
Al-Qur’an, 19:39: ‘Bayi itu
berkata: “Sesunnguhnya aku ini seorang hamba Allah, akan diberi-Nya Kitab
Injil kepadaku, dan akan dijadikan-Nya aku seorang Nabi! Dan dijadikan-Nya
pula aku seorang Pembawa Bahagia dimana saja aku berada.”
[174]
Nurbakhash, Javad, Jesus in the
Eyes of the Sufis, Khaniqahi-Nimatullahi Publications, London, 1983, hal. 32.
[175]
Ibid., hal. 26.
[176]
Nurbakhash, Javad, Jesus in the
Eyes of the Sufis, Khaniqahi-Nimatullahi Publications, London, 1983, hal. 32.
[177]
Ayoub, Mahmoud M, Towards an Islamic Christology II, The Muslim World, Jilid LXX, April 1980,
No.2, hal. 109.
[178]
Nurbakhash, Jesus in the Eyes of
the Sufis, hal. 27.
[179]
Nurbakhash, Jesus in the Eyes of
the Sufis, dipetik dari ‘Attar Diwan,
hal. 27.
[180]
Nurbakhash, Jesus in the Eyes of
the Sufis, hal. 53-54.
[181]
Mohamoud Muhammad Taha, The Second
Message of Islam, Sudan, hal.
136.
[182]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid IV, Hadis No. 501.
[183]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 319. Berikut ialah satu contoh Muhammad
meminta pengampunan: “Ya Allah! Basuhlah dosa-dosa aku dengan air dari salju
dan hujan batu, dan bersihkanlah hatiku dari segala dosa seperti sehelai
jubah putih yang dibersihkan dari kotoran, dan biarlah adanya satu jarak
yang jauh antara aku dan dosa-dosaku, seperti Engkau meisahkan Timur dari
Barat.” Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 379.
[184]
Ibn al_khatib, al-Furqaan, Dar
al-Kutub al-‘Elmeiah, Beirut, hal.
12.
[185]
Al-Qur’an, 20:120-121..
[186]
Al-Qur’an, 20:123.
[187]
Al-Qur’an, 21:101-103.
[188]
Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an, 3:52.
[189]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 4:170.
[190]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
[191]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 5:113.
[192]
Razi, al-Tafsir al-Kabir, ulasan
atas ayat Al-Qur’an, 2:87.
[193]
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa
kata-kata yang berlainan yang boleh diterjemahkan sebagai dosa. Mereka adalah sinonim antara satu sama lain,
jika tidak diampuni maka hukumannya ialah Neraka seperti yang didapati dari
rujukan ayat berikut. [Lihat Al-Qur’an
3:16 dan 55:39 Zanb; 3:178 dan 4:48 Ethm; 2:81 dan 71:25 Khati’ah; 27:90,
4:18 dan 42:48 Saye’ah].
[194]
Al-Qur’an, 12:53.
[195]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid IV, Hadis no. 501.
[196]
Al-Qur’an, 2:81.
[197]
Al-Qur’an, 3:193,194.
[198]
Al-Qur’an, 26:78-82.
[199]
Al-Qur’an, 4:163.
[200]
Al-Qur’an, 18:16.
[201]
Al-Qur’an, 38:24.
[202]
Al-Qur’an, 94:1-3.
[203]
Al-Qur’an, 48:2. Lihat juga Al-Qur’an, 40:55, 4:106 dan 47:19.
Al-Qur’an, mencatatkan
beberapa dari dosa-dosa ini. Lihat
Al-Qur’an, 9:43 dan 80:1.
[204]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 319. Berikut ialah satu contoh Muhammad
meminta pengampunan: “Ya Allah! Basuhlah dosa-dosa aku dengan air dari salju
dan hujan batu, dan bersihkanlah hatiku dari segala dosa seperti sehelai
jubah putih yang dibersihkan dari kotoran, dan biarlah adanya satu jarak
yang jauh antara aku dan dosa-dosaku, seperti Engkau memisahkan Timur dari
Barat.” Sahih Bukhari, Arabic-English, Dar al-Fikr,
Jilid VIII, Hadis No. 379.
[205]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid VIII, Hadis No. 408.
[206]
Sahih Bukhari, Arabic-English,
Dar al-Fikr, Jilid V, Hadis No. 715: ‘Ya Allah! Ampunilah aku, dan limpahkanlah
berkat-mu ke atasku.’
[207]
Nurbakhash, Jesus in the Eyes of
the Sufis, hal. 53.
[208]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
5:113.
[209]
At-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awliya,
Disunting oleh Othman I. Yahya, Imperial Catolique, Beirut, hal. 162.
[210]
Hendy, Jilid 17, Hadis No. 919.
[211]
Al-Qur’an, 36:78,79.
[212]
Hendy, Jilid 18, Hadis No. 803.
[213]
Hendy, Jilid 18, Hadis No. 814.
[214]
Abd Al-Karim Al-Jilani, The Perfect
Man, Part II, hal. 52.
[215]
Al-Qur’an, 1:2-4.
[216]
Suyuti, mengulas ayat Al-Qur’an
6:158.
[217]
Fotuhat Makkiah,2:49-50.
[218]
Fotuhat Makkiah,2:49-50.
[219]
At-Tirimizi, Kitab Khatm Al-Awliya,
hal. 162.
[220]
Hendy, Jilid 17, Hadis No. 1018.
[221]
Hendy, Jilid 17, Hadis No. 1020.
[222]
Hendy, Jilid 18, Hadis No. 791; Lihat juga Sahih Muslim, Kitab Al-Fitan Wa Ashrat As-sa’ah (Edisi
Arab), bagian 20, nota kaki 4.
[223]
Yousef Al-Qaradawi, ‘Elewah Mostafa dan ‘Ali Gammar, At-Tawhid, Qatar, 1968, hal. 167-168.
[224]
Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an,4:171.
[225]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:39.
[226]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
2:87.
[227]
Sabaki, Al tabaqat al shafe’eiah
al Kubra, Jilid 6, hal. 235.
[228]
Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an,3:39.
[229]
Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an,3:39.
[230]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 4:170.
[231]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 5:113.
[232]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an, 3:39.
[233]
Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas ayat Al-Qur’an,3:39.
[234]
Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an,4:171.
[235]
Maulvi Muhammad Ali, The Holy Qur’an,
Edisi 2, Ahmadiyya Anjunam. I. Ish’aat.I.Islam, Lahore, Punjab, India, catatan
kaki no.844,1920.
[236]
Al-Qur’an, 19:31.
[237]
Al-Qur’an, 9:40.
[238]
Baidawi, mengulas ayat iAl-Qur’an,
2:87.
[239]
Razi, at-Tafsir al-kabir, ulasan
ayat Al-Qur’an 3:49.
[240]
Razi, at-Tafsit al-Kabir, ulasan
ayat Al-Qur’an, 2:87. Lihat juga ulasan Jalalyn atas ayat yang sama.
[241]
Razi, at-Tafsit al-Kabir, ulasan ayat Al-Qur’an,
3:52-55.
[242]
Al-Qur’an,
36:77.
[243]
Qashani, mengulas Fusus Al-Hikam, hal. 175.
[244]
Ghazali, The Alchemy of Happiness,
John Murry, London, 1910, hal. 35.
[245]
Ibid.
[246]
Al-Qur’an, 49:12
[247]
Perkataan Arab ini bermakna ‘pengasingan
elemen anthropomorfis dari konsep ketuhanan’ (The Hans Wehr Dictionary of Modern Written Arabic, suntingan J M.
Cowan, Edisi 3, Spoken Language services, Ithaca, New York, 1976).
[248]
Al-Qur’an, 3:45.
[249]
Baidawi, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:45.
[250]
Razi, at-Tafsir al-Kabir, mengulas
ayat Al-Qur’an, 3:45.
[251]
Qasemi, mengulas ayat Al-Qur’an,
3:45.
[252]
Al-Qur’an, 15:29-30.